Jatinangor Ketika Malam

16.34 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (1)

Malam kian larut, Arah jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dimalam selarut itu, dimana- mana penjaja makanan malah sedang sibuk- sibuknya menjajakan makanan dimana- mana di daerah Jatinangor. Pandangannya kosong seperti sedang menanti sesuatu, tak lain tak bukan menanti orang yang berbaik hati membeli dagangan makanannya. Pandangannya lurus kedepan, terdiam menunggu orang, memberikan tatapan penuh harap kepada setiap orang yang lewat. Tapi hanya beberapa orang yang lewat pada jam- jam segini. Tapi penjaja makanan tetap menunggu sampai pagi datang.
Seorang penjaja makanan seperti ini sengaja menunggu malam datang untuk menjual makannya. Mereka sengaja memilih pasar malam hari karena disiang hari sudah terlalu banyak penjaja makanan. Dimalam hari selalu ada saja orang- orang yang bergadang tidak tidur dan pasti kelaparan. Orang- orang seperti inilah yang menjadi sasaran para penjaja makanan. Penjaja makanan ini misalnya tukang jagung bakar, tukang nasi goreng, tukang mie, dan lainnya. Penghasilah yang didapat tukang penjaja makanan malam hari ini sangat lumayan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari.
Penjaja makanan seperti ini ada sampai pagi datang. Ini membuat jam tubuh para penjaja makanan ini terbalik. Pada malam hari mereka bekerja, paginya mereka istirahat, karena malamnya harus bekerja lagi. Tubuh mereka tampak sudah terbiasa bekerja seperti itu. Semua ini dilakukan oleh mereka hanya untuk mendapatkan sesuap nasi untuk memenuhi hidup mereka. Memang untuk bisa hidup di Kota apalagi Jatinangor yang sedang berkembang, dibutuhkan usaha yang sangat keras.
Lain lagi dengan Kang asep seorang penjaga kosan. Berasal dari kota Sumedang. Pada awalnya dia hanya membantu orang tua nya diladang. Kehidupannya jauh dari kehidupan perkotaan. Tinggal di pelosok desa. Namun nasib telah membawanya ke Jatinangor yang sekarang sudah seperti perkotaan besar. Sebenarnya Kang Asep mempunyai cita- cita lain dalam hidupnya, namun karena tidak ada peluang lain dalam hidupnya selain sebagai seorang penjaga kosan. Kang Asep merasa pilihannya hanya satu- satunya ini. Peluang menjadi penjaga kosan juga didapatkan karena kebetulan orang tua Kang Asep memiliki hubungan saudara dengan seorang pemilik kosan di Jatinangor. Akhirnya datanglah kesempatan itu. Kalau tidak di Jatinangor mungkin kang Asep masih berada di kampungnya di Sumedang sambil terus tetap bekerja kecil- kecilan membantu orang tuanya.
Jalan Raya Jatinangor yang sudah mulai berdenyut sejak adanya Universitas Padjajaran, kini semakin ramai saja. Tidak hanya disiang hari, di malam hari pun suasana kota masih tetap ramai. Roda perekonomian pun terus melaju kencang. Kebutuhan hidup yang semakin hari semakin mahal, mendesak masyarakat untuk melakukan pekerjaan apa pun untuk mendapatkan uang.
Mulai dari pekerja kantoran, akademisi, pedagang, bahkan pengemis semakin menumpuk saja di daerah ini ini. Salah satunya adalah Kang Asep yang dengan keikhlasan hatinya menjaga kosan.
Kang Asep harus bergadang setiap malamnya untuk menjaga anak- anak yang tinggal dikosan tempat dia bekerja. Kosan yang dijaga oleh kang Asep adalah kosan yang seluruhnya berisi perempuan. Setiap ada teriakan dari anak- anak kosan itu, berarti itu adalah pekerjaan bagi Kang Asep.Musuh kang Asep adalah tentu saja maling dan perampok. Tapi ada juga musuh- musuh kecil seperti ular, dan serangga- serangga kecil yang harus diusir Kang Asep setiap harinya dari kamar anak- anak perempuan itu.Kang Asep sangat disenangi oleh anak- anak kosan tempat dia bekerja karena tingkah lakunya yang penuh sopan santun dan kebaikannya yang setia menolong setiap anak kosan yang kesusahan.
Soal penghasilan Kang Asep tidak mau menyebutkan berapa gaji yang diterima nya karena tidak enak dan takut dengan majikannya sang pemilik kosan. Tapi menurut Kang Asep gaji nya mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari. Apalagi Kang Asep masih bujangan dan belum berkeluarga. Tapi jika sudah berkeluarga tentu saja Kang Asep berharap akan nada gaji tambahan dari majikan atau sang pemilik kosan.
Ada seorang pengemis di Jatinangor yang hanya keluar di malam hari, mungkin karena menurutnya di malam hari lebih banyak yang akan memberikannya karena kasihan malam- malam tidak punya rumah. Tidak jarang penghasilan yang didapatnya sekitar sepuluh ribu dalam satu hari. Terkadang ia juga pernah mendapatkan rezeki sampai seratus ribu. Namun berapa pun hasil yang di dapatnya, ia akan bersyukur. karena semakin modern suatu tempat semakin susah mencari mata pencaharian.
Mengemis menurut sebagian orang berkesan malas. Di daerah Jatinangor ini kita sudah tidak dapat membedakan lagi, mana yang betul mengemis dengan seorang pengangguran yang mencari kesempatan dengan mengemis. Mulai dari anak – anak, dewasa hingga manula berkeliaran sebagai peminta di sepanjang kota ini. Baik yang berbadan sehat, lumpuh, mau pun dengan kekurangan – kekurangan fisik lainnya.
Malam kian larut, tapi sepanjang jalan masih dapat kita temui para penjaja makanan, terlihat dimana- mana di antara keramaian orang ada juga beberapa yang sudah mulai bergerak pulang. Namun tidak demikian dengan para penjaja makanan dan pengemis yang tetap bertahan mencari sesuap nasi dimalam hari.
Semua orang lalu lalang setiap waktu. Namun mereka berjalan begitu saja tanpa menghiraukan pengemis dan penjaja makanan yang berada sekeliling mereka mencari sesuap nasi. Mereka seolah tidak mempunyai rasa iba terhadap seorang pengemis yang duduk di pinggir jalan tersebut.
Rasa letih, mulai tampak di wajah tuanya. Namun itu tidak memupuskan semangatnya untuk terus mengharap belas kasihan dari setiap orang yang lewat. Mengharap dan mengharapkan kebaikan setiap orang yang lewat. Mengaharapkan keberuntungan yang tidak kunjung datang. Ini semua karena desakan kebutuhan hidup yang terus membayanginya.
Para penjaja makanan memulai aktifitas jualannya pada sore hari menjelang malam. Kebanyakan para penjaja makanan ini berharap anak- anak mereka yang mereka sekolahkan tidak mengikuti jejak mereka sebagai pengemis juga. Mereka ingin anak- anak mereka sekolah yang tinggi dan memperbaiki nasib mereka nantinya. Tapi besar kemungkinan anak- anak mereka tidak akan tamat sekolah. Setidaknya mereka dapat mencicipi bangku sekolah, hanya itu harapannya.
Kisah si penjaja makanan di Jatinangor ini hanya seorang di antara banyak kisah lainnya di jalan raya jatinangor. Masih banyak yang lainnnya dengan kisah yang berbeda. Namun tujuan yang mereka mempunyai maksud sama saja yaitu demi mecukupi kebutuhan hidup sehari – hari.
Seharusnya pemerintah kota Jawa Barat bisa menanggulangi masalah kemiskinan ini. Seharusnya semua manusia Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan memperoleh pendapatan yang layak. Pengemis- pengemis yang terus menjamur dikalangan masyarakat hendaknya di tanggapi serius oleh Pemerintah Kota Jawa Barat. Mengurangi jumlah pengemis ini, bukan dengan mengusir mereka. Namun memberikan bantuan kepada mereka untuk membuka usaha lainnya. Atau pun mengasah keterampilan mereka yang nantinya dapat berguna.

Jatinangor Oh Jatinangor

11.26 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (1)

Oleh Lingga Murni Andarini

Jatinangor. Kawasan ini dikenal sebagai kawasan pendidikan. Di dalamnya terdapat empat universitas tempat mahasiswa menuntut ilmu. Universitas Padjadjaran salah satunya. Unpad ini termasuk universitas yang dituju oleh para calon mahasiswa, lihat saja berapa banyak lulusan SMA yang hendak masuk ke universitas ini. Jumlah pendaftar di setiap fakultasnya setiap tahunnya meningkat. Harapan mereka hanya satu, mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Mahasiswa yang mendaftar datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Banyak dari mereka berdomisili Jakarta dan Bandung. Tetapi ada juga dari luar Pulau Jawa, Padang, Medan, Palembang, dan masih banyak yang lainnya. Para mahasiswa pendatang ini tentu tinggal sementara di tempat kost yang tersedia, seperti Ciseke, Sayang, Cikuda, dan masih banyak lagi. Ada juga mahasiswa yang memilih untuk tidak tinggal disana dan lebih memilih untuk tinggal di rumahnya di daerah Bandung atau sekitarnya. Setiap harinya mereka pergi menggunakan kendaraan pribadi dan kendaraan umum untuk menuntut ilmu di universitas ini. Jarak yang tidak dekat tidak menjadi hambatan untuk mereka.

Kawasan ini adalah kawasan pendidikan yang mempunyai keunikan tersendiri. Cuaca dingin dan lembab tidak membuat warganya diam di rumah. Warga disini adalah warga sementara yaitu mahasiswa yang memenuhi wilayah sepanjang jalan jatinangor.

Siang ataupun malam, kawasan ini selalu ramai. Malam hari di jatinangor lebih hidup dari kawasan-kawasan yang lainnnya. Mahasiswa lalu-lalang dengan berbagai kepentingan. Kepentingan itu tidak jauh dari urusan perut atau tugas. Ya! Kehidupan malam di jatinangor memang menarik untuk kita ulas bersama.

Jika bulan Ramadhan tiba, malam hari di kawasan ini rasanya tidak pernah mati. Gerbang Unpad yang dipenuhi oleh mahasiswa dan berbagai jajanan menjadi salah satu pemandangan setiap malamnya. Pedangang makanan di gerbang ini cukup beragam. Dari muali tukang sate padang, nasi goreng, bubur, dan masih banyak lagi. Jajaran jajanan malam ini menjadi tempat dimana mahasiswa mengisi perutnya.

Pemandangan yang terlihat tidak hanya pedagang dan mahasiswa, tetapi juga tukang ojek yang selalu siap mengantar mahasiswa. Para tukang ojek ini beroperasi di pagi hari dan siang hari. Pada malam hari kerjanya tidak terlalu maksimal. Sebagian dari mereka kembali ke rumah untuk beristirahat dan bersiap untuk bekerja keesokan harinya. Malam hari pun sebenarnya menjadi lahan kerja tukang ojek, karena angkutan umum dalam kampus sudah tidak beroperasi. Disitulah jasa tukang ojek menjadi kendaraan alternatif. Butuh cepat pergi ke tempat tujuan, para tukang ojek siap mengantar.

Berbicara kawasan jatinangor, pasti tidak akan jauh dari pemadaman listrik. Tidak jarang kawasan ini dilanda pemadaman listrik pada malam hari. Mungkin bisa dibayangkan bagaimana jadinya. Mati lampu di malam hari bagi mahasiswa bisa menjadi malapetaka. Ya! Mahasiswa sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di malam hari. Dan jika listrik mati, mereka kelimpungan, tidak bisa menyelesaikan tugas-tugasnya, apalgi jika tugasnya harus dikumpul keesokan harinya. Mereka pasti repot mencari sumber listrik untuk sekedar menyolok laptopnya.

Mereka yang pasrah karena listrik mati akan keluar dan nongkrong-nongkrong di minimarklet yang tidak pernah mati lampu karena mempunyai genset sendiri. Alfamart salah satunya. Minimarket ini selalu bercahaya dan tidak pernah sepi dari kunjungan mahasiswa yang hendak membeli kebutuhan sehari-harinya. Siang ataupun malam, minimarket yang tersebar di banyak wilayah ini pasti akan ramai oleh warga, terutama mahasiswa. Terlebih lagi Alfamart yang dekat dengan ATM tempat mahasiswa mengambil uang kiriman orangtuanya.

Minimarket ini tidak hanya sebagai sumber kebutuhan mereka, tetapi juga bisa dijadikan tempat nongkrong dan tempat bertemu teman. Salah satu minimarket yang sering dijadikan tempat nongkrong adalah Alfamart dekat Bungamas atau tepat berada di depan gerbang. Tidak jarang kita melihat mahasiswa duduk-duduk tepat di depannya. Sekedar berbincang-bincang ataupun rapat untuk urusan tugas atau yang lainnya. Minimarket di jatinangor mempunyai multifungsi untuk mahasiswa sebagai pelanggan utamanya.

Bagi anda yang sering melintasi kawasan ini, tentu tahu betul bagaimana suasana sebenarnya. Kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di siang hari mungkin menjadi salah satu bagian dari kawasan ini. Berbagai kendaran melintasinya, dari mulai angkutan umum, sepeda motor, mobil pribadi, truk, dan bus dari arah Cirebon atau Sumedang. Kendaraan-kendaraan itu membuat udara di Jatinangor tidak sehat. Ya! Asap tebal knalpot menjadi alasan mengapa orang-orang tidak menyukai kawasan ini. Mahasiswa yang menyebrang menjadi sasaran empuk asap knalpot. Begitu menganggu. Jalan sempit jatinangor juga seringkali dipenuhi oleh kendaraan besar dari arah Bandung ataupun Sumedang. Meskipun lalu lintas kawasan ini tidak begitu baik dan asap tebal kendaraan sering menjadi masalah, tetapi tetap jatinangor adalah kawasan yang penuh dengan cerita di dalamnya.

Bisa dikatakan, kesibukan para warganya tak lekang oleh waktu. Hingga larut malam pun, kawasan ini tetap dihidupkan oleh kehidupan malam para mahasiswa. Kegiatan mahasiswa pada setiap malamnya bisa menjadi sesuatu hal yang menarik untuk diceritakan. Berbagai tempat yang mereka kunjungi tidak jauh dari tempat makan, fotocopy, warung internet (warnet), rental komputer, toko alat tulis, tempat DVD, dan lain sebagainya.

Ada juga mahasiswa yang menghabiskan waktunya dengan pergi ke sebuah tempat yang disebut-sebut sebagai icon modernisasi di kawasan ni. Tiada lain tiada bukan adalah Jatinangor Town Square (Jatos). Dari namanya saja kita sudah tahu bahwa gedung besar ini adalah sebuah mall layaknya di kota-kota besar. Mall ini seakan menjadi tanda bahwa jatinangor adalah kawasan sub-urban dengan segala perubahannya. Dengan adanya mall ini, pasti akan menimbulkan perubahan sosial di dalamnya.

Jatos ini belum lama berdiri. Di dalamnya terdapat banyak toko yang menyediakan berbagai kebutuhan mahasiswa. Termasuk kebutuhan hiburan. Ya! Gedung yang di dalamnya ada bioskop itu seringkali dikunjungi oleh mahasiswa yang hendak menonton film terbaru. Bioskop ini menjadi salah satu tempat yang dituju para mahasiswa di malam hari. Lelah dengan tugas, bosan di kamra kost, mahasiswa pergi ke tempat ini.

Sekitar pukul 23.00, jatinangor sudah mulai sepi. Kehidupannya mulai melemah. Mahasiswa dan para penghuninya sudah mulai kembali ke habitatnya dan beristirahat. Meski banyak dari mereka menghabiskan waktunya dengan begadang karena ada tugas yang harus diselesaikan. Kawasan ini lengang, hanya ada kendaraan yang melintas di jalan jatinangor. Pedagang mulai beres-beres untuk pulang, gerbang Unpad mulai sepi, dan petugas keamanan kampus tetap siaga.

Jatinangor menjadi kota mati ketika para mahasiswa kembali ke kotanya masing-masing. Ketika perkuliahan sedang libur ataupun ketika hari besar nasional. Sempat beberapa waktu lalu, ketika libur akhir tahun, jatinangor seakan mati karena ditinggal ”penghuninya”. Mahasiswa pulang, pedagang kehilangan sumber penghasilannya. Penghasilan mereka berkurang karena mahasiswa adalah sumber utama pemasuka mereka. Tidak hanya penjual makanan yang bergantung kepada kehadiran mahasiswa, tetapi juga supir angkutan umum, tukang ojek, dan juga supir bus damri. Mereka semua bergantung kepada mahasiswa.

Jatinangor dengan segala ceritanya memang sesuatu hal yang menarik untuk diperbincangkan. Bagi anda yang tidak pernah melintasi kawasan jatinangor, tulisan ini mungkin bisa menjadi sedikit gambaran bagaimana suasana dan kehidupan didalamnya. Siang atau malam, kawasan ini tetap mempunyai kehidupan. Kehidupan mahasiswa adalah titik tengah dari kehidupan kota kecil ini. Mereka yang tinggal sementara dan penduduk aslinya mungkin sama-sama mencintai kawasan ini. Jatinangor Oh jatinangor.

Siang pun Meramaikan Malam

05.22 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (1)

TH6/OJ/2009

Nurida Sari Dewi
210110070282

Siang pun Meramaikan Malam
Waktu penghujung lelah pun tiba. Bagi mahasiswa, saat seperti ini adalah saat yang tepat untuk melepas segala penat. Istirahat atau sekedar “mencari angin” menjadi media mereka untuk memanfaatkan waktu malam. Di sepanjang jalan Sayang , Jatinangor, dari pertigaan palang Brimob hingga jalan tikungan dekat KUD Jatinangor,malam hari memiliki suasana tersendiri. Ya, mereka, para mahasiswa kampus jatinangor dan penduduk asli biasanya tumpah ruah dalam potongan malam. Bagi mahasiswa, waktu seperti ini adalah waktu melepas lelah. Namun, lain halnya bagi para pedagang. Malam hari adalah titik start mereka dalam menuai rezeki, memulai titik lelah mereka. Jatinangor dalam hiruk pikuk menuju klimaks malam terasa ramai.

Dalam keramaian malam, tak jarang ada kejadian yang membuat beberapa orang tercengang. Akbar,mahasiswa Humas Unpad, mengaku pernah melihat kejadian pemalakan di tempat ia makan malam. Saat itu waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB, Akbar yang sedang kelaparan berusaha mencari warung makan yang masih buka. Ia menyisir jalanan sayang dan beruntunglah ia melihat sebuah warung makan bertajuk “Ayam Bakar Padang” masih membuka dagangannya. Ia heran, tak biasanya warung makan ini buka hingga larut malam. Ia pun memesan makanan dan menunggu makanannya sambil duduk di tempat duduk paling sudut.

“Jadi,waktu itu aku lagi nunggu pesenan, eh ternyata ada dua orang masih muda bawa pisau kecil, dia datengin si ibu yang jualan.. trus mereka ga tau ngomong apa, tiba-tiba aku lihat ibu yang jualan wajahnya ketakutan sambil ngomong terbata-bata ia ngasih uang ke salah satu dari dua orang itu. habis itu mereka pergi,” tutur Akbar.

Melepas rasa penasaran yang ada dalam alam pikirnya, maka Akbar pun bertanya pada Ibu dan Bapak penjual “Ayam Bakar Padang”. Ternyata memang benar, bahwa hampir tiap malam mereka harus “menyetor” uang untuk preman daerah sekitar. Itulah alasan mengapa mereka sangat jarang untuk buka dagangan sampai malam hari. Untuk mahasiswa dan pedagang di Jatinangor, khususnya daerah Sayang, harap berhati-hati di malam hari. pemalakan atau bahkan kejadian mencengangkan lainnya bisa saja terjadi pada anda. Ya, kejahatan memang bisa datang sewaktu-waktu! Waspadalah!

Meskipun terjadi pemalakan atau kejadian lainnya, masih banyak warung-warung makan di sepanjang jalanan Sayang yang masih buka sampai larut. Ini disebabkan banyaknya kendaraan yang melewati jalanan kecil ini. Jalanan kecil,Sayang, ini memang merupakan salah satu jalan pintas yang menghubungkan Jatinangor-Rancaekek. Makanya, tak heran apabila tiap malam akan terdengar dentuman suara kendaraan besar seperti truk dan bis. Hubungannya dengan warung makan di jalanan kecil ini, mereka masih buka untuk memanfaatkan momen-momen di mana pengendara truk atau bis merasa lelah.

Malam, mungkin identik dengan hening, tapi ternyata keheningan itu hanya milik beberapa orang. Banyak orang yang memanfaatkan waktu malam untuk mencari nafkah. Ini merupakan sisi adil dari dunia yang biasa kita lihat dalam kotak: siang untuk bekerja, malam istirahat. Ada banyak hal yang dilakukan orang-orang di malam hari: jalanan yang masih sibuk dengan tamu-tamu kendaraan, seorang pedagang makanan di warung makannya yang sedang menonton TV sambil menunggu pembeli,dan masih banyak lagi. Hening di sana mungkin tak hening di sini. Begitulah realita keadilan… ketika kita beranggapan malam adalah sebuah waktu yang hening… maka,tengoklah keluar.. ada Siang dalam hening Malam.

QS 31. Luqman 29. Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Penyedia Makanan di Tengah Malam

05.20 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Oleh Abdalah Gifar

Jam pada saat itu telah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Menjelang pergantian hari tersebut, telepon seluler terus berbunyi. Terus berbunyi hingga berkali-kali. Bila bukan SMS, bentuknya pun berupa telepon langsung. Hingga kapan SMS itu akan terus masuk, atau hingga kapan sebuah kontak harus disapa dengan ramah. Kesemuanya itu hanya didasarkan oleh satu maksud, satu keinginan, atau satu permintaan: memesan makanan.
Jatinangor bukanlah kawasan yang tetap hingar bingar jelang malam. Mulai dari pukul 21.00, kawasan ini mulai menunjukkan kelesuannya. Para warga masyarakat yang sebagian besar adalah pendatang dari kalangan mahasiswa, telah memarkirkan dirinya di rumah atau kamar sewaan masing-masing. Jalan-jalan telah sepi dari lalu lalang manusia. Seirama dengan itu, warung-warung dan tempat-tempat usaha penyambung hidup lainnya pun mengakhiri pencarian nafkahnya untuk hari itu. Tempat-tempat usaha pemenuhan kebutuhan perut dan kebutuhan manusia lainnya sama dengan pencari kebutuhan, membutuhkan istirahat. Masih ada hari esok yang siap dijalani.
Di tengah situasi seperti itu, apakah perut manusia itu dapat mempertimbangkan hal itu untuk meminta diisi? Seseorang dapat lapar kapan pun dengan waktu tak terduga yang mungkin di luar jam sibuk. Bagaimana bila perut lapar tapi penyedia makanannya sudah tidak ada yang buka? Bagaimana bila jalan-jalan di tengah sepi itu jadi aral yang membuat orang tidak ingin keluar kamar tetapi ia tetap memerlukan pasokan makanan?
Sebuah pelayanan berhasil diadopsi dari tren perusahaan makanan besar di kota besar oleh beberapa tempat usaha di kawasan pendidikan ini. Pelayanan itu adalah pelayanan pesan antar. Cukup dengan melayangkan sms atau telepon langsung, kebutuhan dasar manusia ini dapat terpenuhi. Sibukkan saja tempat usaha itu dengan pesanan atau orderan makanan yang pastinya telah diketahui menunya dan para pengantar akan siap mengantarkan makanan itu ke depan kamar atau rumah Anda.
Strategi inilah yang dijalankan sebuah tempat usaha bernama Hipotesa. Sebuah tempat pemenuhan kebutuhan dasar manusia ini terletak di jalan sempit yang populer disebut Ciseke Besar. Bukan pukul 23.00 atau bukan pukul 01.00 dini hari warung ini tutup. Warung ini siap melayani pesanan di tempat atau diantar selama 1x24 jam alias nonstop. Tanpa jeda atau tanpa istirahat.
Saat tempat-tempat makan lain telah urung dari percaturan usaha di malam hari, Hipotesa tetap menjalankan usahanya tanpa kenal lelah. Itu pun tentu saja tanpa menyiksa pegawainya. Dengan pembagian shift yang jelas, pegawai dapat melaksanakan kerja mereka meski di saat pegawai-pegawai di tempat lain menikmati kasur di dinginnnya malam. Menurut pengakuan para pegawai yang bekerja di sana, mereka bekerja selama 15 jam. Dengan pembagian shift, mereka memiliki waktu istirahat di kesempatan lain saat tidak kebagian shift. Tiga orang pegawai yang menjaga pada malam hari itu nampak mampu memenuhi banjiran pesanan yang sebagian besar ingin diantar langsung. Mereka silih berganti mengantarkan makanan pesanan kepada para konsumen dalam radius tak lebih dari 1 km dengan berjalan kaki. "Kemana juga dianterin, tapi seringnya sih gak terlalu jauh juga," ungkap Erwin, 19 tahun, pegawai Hipotesa yang saat itu sedang kebagian shift malam. Mereka pun mengantarkan pesanan itu tanpa menggunakan alat transportasi. "Dulu sih sempat pakai sepeda tapi itu gak tahan lama," lanjut Erwin.
Hal yang menarik juga bahwa ternyata Hipotesa mempekerjakan pemuda yang tak lebih dari 25 tahun. Bukan para wanita yang menyentuh dapur itu melainkan para perjaka yang tak terpikirkan sebelumnya akan menekuni dunia pasak memasak. Entah apa yang ada dipikiran pemiliki tempat usaha ini sehingga mempekerjakan laki-laki dalam menjalankan usahanya ini.
Erwin contohnya, adalah pegawai yang baru hampir dua tahun bekerja di tempat ini. Ia mengaku awalnya cukup kaku untuk memasak, namun dengan pengalaman hal itu menjadi biasa. Erwin ini adalah orang Sumedang, sama dengan pemilik usaha tersebut. Berdasarkan penuturannya, pegawainya ditarik dengan rekomendasi orang yang telah bekerja sebelumnya.
Dengan strategi penjualan seperti layanan delivery itu, tak aneh bila usaha yang dibangun oleh seorang anak daerah dari Sumedang ini dapat terus berkembang. Hingga saat ini, usaha makanan miliknya ini telah memiliki empat cabang yang masih tersebar di kawasan Jatinangor ini. Usaha saingan yang menerapkan konsep serupa tak menjadi hambatan dalam melaksanakan usahanya ini. Hal ini karena setiap usaha yang menerapkan konsep pesan antar ini sudah memiliki daerah basisnya sendiri. Jarang juga mahasiswa dengan sadar memesan makanan ke Hipotesa ini padahal tempat ia tinggal berjauhan dengan lokasi usahanya.
Bila menilik menu makanan yang disajikan, sebenarnya bukanlah menu yang khas atau aneh. Menu yang disajikan masih berkutat dengan pengolahan telor dengan bermacam variannya. Selain itu ada sajian mie instan dan minuman dingin atau panas yang siap seduh. Padu padanan nasi berkisar antara jamur, sayur, ayam suir, kornet, keju, dan makanan cepat saji lainnya seperti sarden kaleng. Walau dengan menu yang itu-itu saja, usaha ini masih tetap bisa berjalan dengan tanpa mengalami kekurangan pelanggan.
Menu yang cukup terdengar aneh adalah meu omlet dan telur diamond. Omlet adalah sajian telur dadar yang telah dicampur dengan mie rebus instan lalu digoreng, sedangkan telur diamond adalah telur dadar yang telah dicampur dengan tahu dan digoreng pula. Mengenai harga dari menu-menu yang tersaji di sini, berdasarkan pengamatan di lapangan, masih dalam jangkauan mahasiswa atau dengan kata lain masuk taraf harga mahasiswa. Namun, sebenarnya bila dihitung-hitung bila memasak menu serupa sendiri di rumah, mungkin harga itu akan ketahuan cukup berlebih juga. Untuk satu porsi omlet misalnya, harganya adalah Rp4000 tanpa nasi dan bila dengan nasi menjadi Rp6000. Padahal, mungkin bila memasak sendiri, modal yang dikeluarkan tidak sebesar itu. Walaupun demikian, harga tersebut telah sesuai pasar di Jatinangor.
Diungkapkan Erwin pula, pendapatan yang diraih dalam satu malam dapat mencapai lebih dari satu juta. Total pesanan pun dapat lebih dari lima puluh pesanan dalam semalam saja. Tapi diakui bahwa pesanan masih lebih banyak di siang hari dibandingkan saat malam hari.
Para pelanggan mengakui bahwa sebenarnya menu-menu yang disajikan adalah menu-menu yang biasa yang mungkin sebenarnya dapat dibuat sendiri di rumah. Namun, karena malam itu sepi dan kebanyakan tempat makan telah undur diri, Hipotesa menjadi pilihan. Yang datang langsung ke tempat dan langsung makan di sana pun terkadang bergerombol. Menu tak menjadi sesuatu yang terlalu diperhatikan. Jauh bila bicara soal kesehatan. "Pokoknya kalau lapar, tinggal sms aja," terang Doni, salah satu pelanggan tempat ini.
Walaupun demikian, tempat makan ini adalah tempat makan favorit di tengah sunyi malam di Jatinangor. Meski malam, kebutuhan dasar manusia bukan berarti padam. Menu tak jadi soal, yang penting perut kenyang.

Label:

Kegiatan Malam

05.09 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

oleh: Wikan Resminingtyas

Selama saya tinggal di Jatinangor, sering sekali ada berita kehilangan dari kos-kosan sekitar, entah itu hilang Dompet, Handphone, Laptop, Pakaian, bahkan Sepeda Motor. Paling sering adalah kehilangan handphone dan dompet yang disimpan di kamar. Teman saya, pernah kehilangan sepasang sepatu di tempat kostan saya sekitar 5 tahun lalu. Setelah di teliti, pelakunya adalah tukang bersih-bersih dan cuci baju di lingkungan kostan, padahal ia wanita tua yang sudah berumur 40-50 tahunan, karena teman-teman saya juga ternyata pernah kehilangan dan sama-sama mencurigai ibu-ibu itu, akhirnya ia dipecat jadi tukang bersih-bersih setelah dilaporkan ke pemilik kost.
Maling memang cerdik dan nekat, kadang-kadang ia masuk ke kamar kost disaat kita lengah. Seolah dia tahu kebiasaan kita menyimpan barang, tempat-tempat yang kadang tidak kita duga akan ketahuan, akhirnya kejadian juga. Sebelum hari raya idul fitri, ada kabar kalau anak kost di kostan sebelah hilang handphone-nya, ia simpan handphone tersebut di bawah bantal yang ia tiduri bersama sebuah dompet. Anehnya, dompet yang tidak ada duitnya itu tidak diambil, hanya handphone saja yang ia ambil.
Nah, saya sendiri mungkin termasuk orang yang paranoid, termasuk sama orang-orang disekitar yang datang dan pergi
Bukan tips sih, mungkin ini sekedar saran saya saja:
1. Jangan berikan pemandangan kamar terhadap orang yang tidak anda kenal dengan baik (misalnya, peminta sumbangan, tukang ngamen, tukang bakso, atau orang yang sekedar lewat depan kostan), jangan sembarangan membuka pintu kostan apalagi kalau kostan berhadapan dengan jalan yang sering dilewati. Pernah suatu saat ada orang yang mau minta sumbangan ketika pintu kamar kost saya terbuka, wah itu orang… matanya langsung menerawang berputar kepenjuru kamar kost.
2. Jangan simpan barang berharga di dekat pintu atau jendela. Termasuk menggantung baju/celana yang ada dompetnya, atau menyimpan HP. Sebaiknya diatur tata letak barang-barang dan tempat tidur di kamar kost, jangan menyimpan meja tulis/komputer di dekat jendela. (biasanya kan kita sering menyimpan barang berharga di meja tanpa kita sadar).
3. Kunci kamar kost, walau ditinggal wudhu ke kamar mandi (kalau kamar mandinya diluar). Sebab sering kejadian kehilangan barang ketika di tinggal wudhu shalat Maghrib, padahal hanya 3-5 menit saja. Sebelum tidur, jangan lupa kunci pintu, seorang teman pernah menemukan celana lusuh dan sepatu butut di dalam kamarnya pada suatu pagi, eeeh… taunya celana jeans Levi’s dan Sepatu yang ia punya raib (kebayang gak sih, maling itu sempet ganti celana ama sepatu pas kita tidur)…
4. Waspadai waktu-waktu yang sering terjadi kemalingan: yaitu waktu maghrib, ketika jumat siang (sebagian besar penduduk laki-laki jatinangor menunaikan shalat jumat, kecuali maling), Dini Hari sekitar pukul 3 pagi - 6 pagi.
5. Bila Anda memiliki laptop, dan sering menyimpan di meja, gunakan kunci / rantai laptop untuk mengikatkannya ke meja / tralis. Bulan ramadan kemarin, ada mahasiswi yang kehilangan laptop pukul 5:30 pagi, padahal di laptopnya itu ada skripsi dan data penelitian, kasian sampe nangis terus karena nyesel…
Hati-hati dengan:
1. Ada orang yang sering lewat didepan kostan, biasanya ia pakai topi dan sweater walau siang hari (mungkin ini maling yang mempelajari kebiasaan orang-orang di tempat kost).
2. Ada orang nyari kost-kostan waktu malem atau nyari kost-kostan temennya, ketika ditanya jawabannya ngawur, saya lumayan sering menemukan tipikal orang kayak gini. Tanya aja dengan nada sedikit tinggi dengan bahasa Sunda “Hei rek naon maneh!!!” (Hei mau apa kamu !!!) biasanya orang itu langsung gugup dan berusaha memalingkan muka atau dia mencari alasan sedang mencari kostan / temannya.
3. Akhir-akhir ini sering ada pemulung yang beroperasi dini hari sekitar jam 2 Pagi, heran mereka nyari apa, emang bisa keliatan jelas ?! begitu pikir saya, Taunya memang ada kejadian, ada tutup got (yang dibuat dari besi dan beton) raib diangkut, pagar rumah, tempat sampah, ember, apa pun yang kita lengah menyimpan, bisa raib juga :D.
Secara tampang dan penampilan, kita mungkin dapat membedakan, mana mahasiswa asli mana maling, walau para maling ini sering berusaha berpenampilan seperti mahasiswa, ikuti kata hati Anda. Yang pasti, jangan sampai memberikan kesempatan kepada orang lain bertindak jahat.
. . .

Sepenggal Episode : Jatinangor Malam Hari

04.40 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

TH6/OJ/2009 Hani Noor Ilahi
210110070327

Sepenggal Episode : Jatinangor Malam Hari

Malam yang menggantikan siang
Menepati waktunya...
Malam membawa kegelapan
Selimuti alam semesta..
Di malam yang sunyi, yang menyentuh hati
Kurasa terharu, menginsyafi diri..
[Hijjaz-Malam]
Bumi tempat manusia berada saat ini memang unik, seolah tak ada sesuatu yang tak memiliki pasangan. Ada perempuan ada laki-laki, ada atas ada bawah, ada siang ada juga malam. Semua memiliki ciri khasnya masing-masing yang bersifat komplementer satu sama lain. Ketika salah satu pasangan itu hilang, maka akan terasa janggal sekali. Bisa dibayangkan, bagaimana manusia harus hidup jika, misalnya, tak ada yang dinamakan malam. Mungkin seluruh ummat manusia akan terlena dengan segala aktivitasnya. Tak ada sebuah jeda waktu kehidupan yang lain, yang memiliki karakter khusus seperti malam dengan kedamaiannya.
Dengan karakter damai yang dimilikinya, malam menjadi sebuah kondisi khusus bagi manusia untuk sejenak beristirahat setelah sehari penuh beraktivitas, meskipun tak sepenuhnya aturan ini berlaku umum dan menyeluruh. Ternyata banyak kalangan-kalangan yang baik secara rutin maupun tidak menjadikan malam sebagai waktu beraktivitasnya. Kalangan-kalangan tersebut tidak terbatas pada umur atau status sosial, mulai dari bayi hingga manula pun mungkin-mungkin saja melakukan aktivitas di malam hari. Alasan yang beredar pun tentu bermacam-macam, mulai dari insomnia, kerjaan yang menumpuk, hingga kebiasaan tidur yang tidak seperti orang kebanyakan.
Hal di atas dialami juga oleh sekelompok mahasiswa Universitas Padjadjaran, Jatinango. Mereka menghabiskan waktu malam dengan melakukan kegiatan pembuatan media kampanye dalam rangka pemilihan presiden BEM KEMA Unpad yang baru, menggantikan kepengurusan 2008-2009 di bawah kepemimpinan Gena Bijaksana.
Waktu menunjukkan pukul 20.47 saat itu, ketika sekelompok mahasiswa tersebut tetap asik mengerjakan tugasnya. Biasanya mereka akan mampu mengerjakan media-media kampanye tersebut hingga pukul 02.00 pagi, atau bahkan lebih.
“Iya, kami ini lagi bikin media-media yang dibutuhkan dalam kampanye prama (pemilihan raya mahasiswa-pen) Unpad yang sedang berjalan saat ini.”kata Ismi, mahasiswi FKG yang kedapatan masih berasik-asik ria membuat pernak-pernik kampanye. Dia mengaku bahwa dirinya tidak mengalami serangan kantuk yang dahsyat, meskipun malam semakin larut.
“Mungkin karena sudah terbiasa juga kali ya. Soalnya saya ngerjain ini udah dari beberapa hari yang lalu. Jadi semakin sini rasanya semakin terbiasa dengan pola tidur larut seperti ini.”ujarnya menegaskan.
Ismi lalu menambahkan bahwa dirinya dan kawan-kawan adalah tim sukses salah satu calon dari dua calon yang ada dalam kontes besar mahasiswa Unpad tersebut. Tak ada masalah dengan tidur malam, dengan rasa kantuk, lelah, dia tetap merasakan bahwa pekerjaan yang tengah dilakoninya selama beberapa hari ini adalah sangat menyenangkan. Tak heran memang, Ismi tak hanya bekerja sendiri, dia ditemani oleh teman-temannya sesama tim sukses. Meskipun keesokan harinya wanita yang menjabat juga sebagai Ketua BPM FKG ini harus kuliah pada pagi hari, tak menyurutkan langkah-langkahnya dalam upaya menyukseskan pasangan yang dia dukung.
Selain Ismi, ada juga Erly, seorang mahasiswi Fakultas Farmasi yang juga membantu penyediaan kampanye salah satu calon presiden dan wakil presiden mahasiswa Unpad.
“Yah, seneng-seneng aja sih ketemu sama temen-temen, ngelewatin malem hari bareng mereka. Kenikmatan tersendiri aja kayaknya, dan mudah-mudahan bukan hanya sekedar kenikmatan berkumpul aja, tapi juga kenikmatan bekerja bersama.”kata wanita asli Kuningan tersebut.
Memang ternyata malam bisa membawa berjuta makna, tentang arti kesendirian, arti kemandirian, arti kekuatan, juga arti kedekatan dan keintiman. Tak heran bila akhirnya banyak orang menempatkan kondisi malam sebagai sebuah waktu yang terbilang private. Hal ini bisa dikatakan berlaku umum dan universal. Malam adalah kenikmatan, tak terkecuali dengan Jatinangor.
Fenomena yang ada di salah satu sudut daerah terpencil bernama Jatinangor ini hanyalah salah satu fenomena kehidupan yang ada di Jatinangor. Masih banyak variasi kegiatan-kegiatan malam yang dilakukan oleh masyarakat Jatinangor, salah satunya adalah dengan mengunjungi pusat perbelanjaan nomor satu di Jatinangor, yaitu JATOS [Jatinangor Town Square].
Memang sah-sah saja jika orang ingin menjadikan waktu malam bukan sebagai waktu untuk beristirahat, toh memang tidak ada yang bisa melarang kebebasan manusia untuk itu. Ingin bekerja, ingin beristirahat, atau hal apapun yang ingin dilakukan di malam hari adalah pilihan yang sifatnya sangat kondisional, bergantung pada keadaan dari masing-masing.

Biodata Narasumber
1. Nama : Andi Ismi Syafitri
Lahir : Jakarta, 7 September 1988
Alamat :Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Pondok Kharisma Jatinangor
Aktivitas : Mahasiswi FKG Unpad Jatinangor

2. Nama : Erly Maryanti
Lahir : Kuningan, 11 November 1988
Alamat : Jalan Raya Ciawi No.31 Jatiinangor
Aktivitas : Mahasiswi Farmasi, Unpad Jatinangor

Jembatan Kolonial yang Mati Suri Beserta Kisah Seramnya

04.35 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (2)

TH6/OJ/2009 Shelly Dhamayanti
210110070343

Jembatan Kolonial yang Mati Suri Beserta Kisah Seramnya

Jatinangor di malam hari. Semakin larut, angin yang bertiup awal bulan Februari ini terasa dingin dan agak lembab. Menyusuri pemukiman penduduk yang sepi sambil memandangi dari luar jendela-jendela kayu dengan temaram lampu yang kurang terang di tengah kegelapan malam hari dapat membuat perasaan cukup was-was. Apalagi jika tempat yang kita lewati memiliki cerita “unik” tersendiri dengan fenomena-fenomena aneh yang menyertainya.
Fenomena aneh ini tetap menjadi misteri bagi orang-orang yang tidak pernah mengalaminya. Masih menjadi sebuah misteri umum. Misteri, sesuatu yang belum diketahui dengan pasti namun menarik keingintahuan orang-orang. Selalu dikaitkan dengan kejadian-kejadian horor dan supernatural. Di zaman modern seperti sekarang pun misteri-misteri ini tetap bertahan. Cerita-cerita mengenai hantu, fenomena-fenomena “unik”, dan hal-hal semacam urban legend masih tetap bertahan bahkan di kota besar sekalipun.
Cerita-cerita seperti ini secara tradisional masih bertahan lewat mulut ke mulut, bahkan ada pula yang sudah bisa diakses di media online. Penjelasannya sendiri tetap tidak bisa diterima oleh akal. Walaupun begitu, orang-orang yang masih percaya terhadap cerita-cerita hantu ini tidak sedikit juga.
Hantu. Entah mengapa hal ini seringkali digambarkan berukuran dan berbentuk manusia (walaupun ada yang menyebutnya menyerupai hewan). Merujuk pada penjelasan Wikipedia Indonesia, hantu biasanya digambarkan "berkilauan", "berbayang", "seperti kabut", atau bayangan. Bagi yang pernah melihatnya, hantu tidak mempunyai tubuh kasar seperti manusia, hanya bayangan badan (astral body). Kadang kala tidak tampak bila dilihat tetapi dalam fenomena lain seperti pergerakan objek, lampu hidup dan mati dengan sendiri, bunyi, dll, yang tidak mempunyai penjelasan logik.
Ada beberapa pandangan di dunia mengenai kepercayaan ini. Di Barat mereka yang mempercayai hantu kadang-kala menganggap mereka sebagai roh yang tidak aman selepas mati, dan dengan itu berkeliaran di Bumi. Ketidaksanggupan mendapat keamanan dijelaskan sebagai ada pekerjaan yang belum selesai, seperti mangsa yang mencari keadilan atau membalaskan dendam setelah mati.
Menurut nonorthodox doktarin Khatolik, hantu dikatakan berada ditempat antara Surga dan Neraka di mana roh bayi yang tidak dibaptis tinggal. Dalam Khatolik dan Kristian Anglikan (dan Christian Spiritualism), mempercayai hantu adalah diterima dan boleh dibicarakan dengan pendeta (clergy).
Dalam kebudayaan Asia (seperti di Tiongkok), banyak orang yang percaya kepada reinkarnasi (reincarnation). Hantu merupakan roh yang tidak mau "di-reinkarnasi-kan" karena mereka mempunyai masalah yang belum selesai, sama seperti di Barat. Dalam tradisi Tiongkok, selain di-reinkarnasi-kan, hantu boleh menjadi abadi (immortal) dan menjadi setengah dewa (demigod), atau dia boleh pergi ke neraka dan menderita selamanya, atau dia boleh mati sekali lagi dan menjadi "hantu kepada hantu". Orang Tiongkok juga percaya bahwa sebagian hantu, terutamanya mereka yang mati lemas, membunuh manusia untuk menghalangi hak mereka untuk di-reinkarnasi-kan.
Dalam agama Hindu, pembahasan terperinci mengenai hantu terdapat dalam Garuda Purana, skripture dari Vedic tradisi (Hindu). Di sisi lain, Samsara Buddhist memasukkan konsep alam hantu lapar. Sentient being dalam alam tersebut dirujuk sebagai Hantu Lapar karena ikatan mereka kepada dunia ini. Asura juga dirujuk sebagai "hantu penggangu".
Kedua-dua Timur dan Barat mempunyai pendapat yang sama mengenai hantu. Mereka berkeliaran ditempat mereka biasa pergi sewaktu hidup atau tempat mereka meninggal. Tempat demikian dikenali sebagai "rumah berhantu"; hal yang mereka lakukan disebut "menghantui". Mereka sering kali menggunakan pakaian yang sering mereka pakai dimasa hidup.
Sementara itu sebagian orang menerima hantu sebagai realitas, ramai mempersoalkan perwujudan hantu. Dalam Wikipedia Indonesia, beberapa orang yang skeptik mungkin coba menjelaskan hantu yang terlihat dengan menggunakan prinsip pencukur Occam (Occam's razor), yang mana menyatakan bahwa penjelasan yang mudah dan memandai bagi sembarang keadaan atau fenomena adalah penjelasan yang paling mungkin.
Kemungkinan lain dari hal ini adalah penipuan, dimana mereka yang melaporkan dianggap sebagai mangsa. Dengan menceritakan cerita cerita semacam itu merupakan suatu cara untuk menghindarkan masyarakat terpencil dari orang luar.
Selain itu terdapat penjelasan lain yang berasaskan pengetahuan mengenai psikologi manusia. Sebagai contoh, kemunculan hantu seringkali dikaitkan dengan gambaran bayangan, kelam, pudar, dan hawa dingin. Tetapi respon terhadap rasa takut adalah merinding, dapat juga diakibatkan oleh hawa dingin.
Faktor psikologi sering kali disebut sebagai penjelasan bagi kejadian melihat hantu: mereka yang lemah semangat cenderung membesar-besarkan apa yang dilihat. Gambaran tertentu seperti gambar dan film mungkin mendorong seseorang mengaitkan struktur tertentu atau kawasan sebagai berhantu karena apa yang dilihatnya dalam film.
Beberapa gambaran mengenai hantu memang pernah ditangkap secara tidak sengaja oleh masyarakat setempat. Kebanyakkan gambar yang diambil adalah di pinggir jalan, kuburan, dan rumah-rumah sakit. Bayangan di dalam gambar ini menunjukkan bayangan hitam, kepulan asap,rupa wajah dan juga cahaya yang terang. Tetapi kebenarannya masih belum diketahui.
Walaupun Jatinangor merupakan kawasan pendidikan, namun cerita-cerita mengenai fenomena-fenomena ini masih tetap bertahan. Entah itu di kampus, di kost, ataupun fenomena-fenomena yang sering dijumpai di tempat-tempat yang memang terlihat angker.
Sebut saja Jembatan Cincin sebagai salah satu tempat yang paling dikenal sebagai kawasan angker di Jatinangor. Jembatan yang pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet ini dibangun oleh perusahaan kereta api Belanda yang bernama Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918.
Menurut penduduk daerah tersebut, karena tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini, maka seringkali jembatan tersebut dianggap angker. Ditambah lagi oleh kawasan pekuburan yang tidak jauh dari jembatan tersebut yang menambah bumbu bagi cerita-cerita yang beredar.
Sebut saja Dina (19), mahasiswa Unpad Jatinangor ini mengaku pernah melihat “sesuatu” yang melayang di jembatan ini. Dengan enggan ia bercerita mengenai hal tersebut. Entah mengapa namun ia mengaku tidak mood untuk membicarakan hal semacam ini.
Bagi masyarakat sekitar, hal ini juga sudah tidak asing. Sebut saja cerita dari pemilik sebuah warung makan di daerah tersebut, menurut Ibu Sari memang cerita-cerita semacam ini sudah banyak berkembang di kalangan mahasiswa dan di kalangan warga daerah tersebut. “Banyak orang yang mengaku melihat ada yang melayang atau cerita tentang noni Belanda yang jatuh dari jembatan itu. Tapi saya sendiri memang belum pernah melihat.”
Jembatan cincin, walaupun terlihat suram, namun dengan kekokohannya jembatan ini tetap menjulang. Kini jalur peninggalan kolonial itu telah mati suri. Bukan lagi rel besi yang ditemui, tapi ribuan bangunan yang mengular mengikuti kelok-keloknya beserta cerita-cerita misteri yang menyertainya.
Legenda dan cerita hantu itu memang merupakan aset kekayaan budaya kota yang intangible (tidak terlihat). Di banyak negara, aset-aset ini menjadi daya tarik lain wisata. Percaya atau tidak, semua berpulang kepada rasionalitas warga. Yang pasti, cerita itu akan terus bertahan, meski dengan warna -nya sendiri.

Gerbang Menuju Kegelapan

04.31 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

TH /OJ/2009 Fitria
210110070088

Gerbang Menuju Kegelapan

Pertama kali saya menginjakan kaki di Jatiangor dan mencoba mencari dimana gerbang Universitas Padjadjaran (Unpad) saya sedikit tecengang. Sebuah gerbang kampus negeri yang seharusnya terlihat indah dan megah untuk bisa mencerminkan kegagahan suatu universitas besar hanya tergambarkan olah sisa-sisa barisan huruf di daerah yang kita kenal dengan gerbang Unpad.
Suatu gambaran yang naas jika kita melihat bagaimana suatu bentuk kemegahan suatu universitas hanya tergambarkan dengan jejeran pedagang makanan yang terkesan kumuh dan tidak terawat. Namun itulah keadaan gerbang yang saya lihat pada bulan-bulan November tahun 2007. Dan sekarang setelah semua pembangunan, penggusuran dan so called perbaikan, gerbang Unpad masih sama saja. Kumuh.
Namun sekumuh-kumuhnya gerbang Unpad, masih ada segelintir mahasiswa yang mau duduk-duduk disana untuk berbagi pikiran, bertemu dengan kawan, atau hanya sekedar minum kopi dan makan. Karena malam hari pun masih banyak gerobak-gerobak yang menjual makanan.
Dari kesenangan duduk-duduk bersama ini, 4 mahasiswa dari fakutas Unpad yang berbeda-beda memutuskan untuk membangun suatu komunitas untuk menaungi orang-orang yang senang duduk-duduk di tempat yang mempunyai panggilan akrab gerbang untuk berusaha membangun sebuah citra komunitas yang orang-orang di dalamnya tidak berada disana hanya untuk nongkrong semata namun menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Komunitas tersebut mereka sebut dengan Komunitas Gerbang Unpad (KGU). KGU berdiri pada tahun 2001, dengan misi untuk menggunakan lokasi gerbang untuk bisa berekspresi, mengeluarkan pendapat serta melakukan acara-acara for good cause or just for fun. Dari situlah, mulai banyak mahasiswa yang bergabung dalam KGU. Salah satu pendiri KGU yang mempunyai pangilan akrab KGU mengatakan, sebelum terbentuknya KGU, para mahasiswa yang nongkrong di gerbang hanya sekedar ngobrol dan makan-makan.
KGU yang sering berkumpul pada malam hari ini menambah suasana meriah di gerbang Unpad yang seakan tidak dipedulikan. KGU menggunakan lokasi yang ada untuk melakukan bakti sosial, ngamen ataupun melakukan jam untuk sekedar memeriahkan suasana gerbang.
KGU selalu berusaha untuk membuat hal-hal yang menyenangkan untuk menghibur mereka sendiri namun tak juga melupakan warga sekitar dan mahasiswa laiinya. KGU secara rutin mengadakan acara-acara seperti playing winamp, dimana orang-orang yang sedang duduk-duduk disekitar gerbang bisa merequest lagu hanya dengan Rp 500,-/lagu yang selanjutnya akan masuk kas KGU dan dipergunakan untuk memodali acara-acara yang lainnya.
Selain itu, KGU juga sering memutar pertunjukan film. Mulai dari wayang sampai film melayu lama yng bertujuan untuk meramaikan suasana gerbang. Tak hanya mehasiswa yang tertarik untuk bergabung, namun tukang ojek dan warga sekitar akhirnya telihat menepi terlebih dahulu untuk menyaksikan pertunjukan yang KGU sajikan.
Namun di penghujung tahun 2008, KGU sedikit bersedih. Gerbang, tempat mereka berbagi cerita, menambah teman, melakukan kegiatan, bercanda tawa, menangis dan berbagi kebahagiaan akan digusur alias ‘perbaikan’. Namun hasil dari perbaikan ini, apa? Gerbang dibanguun kembali dengan bentuk yang tidak lebih fungsional dan lajur jalan dari daerah pangkalan bus damri Jatinangor dialihkan kesana bagi pengguna jalan yang ingin pergi kearah Sumedang tanpa harus terjebak macet.
Baru kali ini saya melihat, jalan suatu universitas dikomersialkan untuk pengguna jalan umum. Dengan harapan pembangunan ini menjadikan gerbang Unpad lebih layak untuk dijadikan gerbang suatu universitas negeri kandas sudah. Struktur gerbang yang tidak fungsional akhirnya menghampat para mahasiswa yang suka nongkrong pada malam hari di gerbang terbatas karena bentuk gerbang yang kurang fungsional.
Aktifitas yag sering dilakuakan oleh KGU susah untuk dilakukan kembali karena baru duduk sebentar, ada saja kendaraan besar yang melewati gerbang dan menerbangkan debu-debu yang bisa merusak kesehatan. Hanya untuk sekedar minum kopi saja, gerbang bukan lagi tempat yang nyaman. Akhirnya para mahasiswa labih memilih untuk nongkrong di mini market di dean gerbang persis.
Biasanya, gerbang di ramaikan dengan mahasiswa dan anggota KGU untuk mengadakan acara atau sekedar perbincangan yang bermanfaat. Namun, sekarang gerbang lebih ramai oleh penduduk sekitar yang menggunakan gerbang baru yang minim dalam pencahanyaan untuk mabuk-mabukan yang menjadi hal yang selalu ditakutkan oleh mahasiswa.
Gerbang yang dulunya mempunyai pencahayaan yang lebih terang memberikan kesan yang menyenangkan. Nongkrong digerbang bukan hanya sekedar hal untuk membuang wak-tu. Malah, sanking nyamannya banyak maohasiswa yang mau duduk sampai jam 2-4 pagi hari hanya untuk mengobrol dan bercanda. Namun, sekarang they have no where to go.
Mahasiswa dan anggota KGU sekarang hampir tidak ada yang mau lagi duduk di gerbang dengan keadaan yang seperti itu. Mahasiswa lebih tertarik untuk pergi ke Jatinagor Town Square (Jatos) dibandingkan untuk nongkrong lagi di gerbang. Ini sangat disayangkan karena, dari gerbang telah banyak lahir mahasiswa yang kritis dan perduli akan lingkungannya.
Namun dengan menurunnya kualitas manusia Indonesia saat ini, tanpa kita sadari, kita sebagai pribadi yang intelektual juga akan kehilangan mutu yang baik sebagai manusia karena naluri kita saat ini hanya ingin bersenang-senang dan tidak memikirkan tentang hal lain.
Dengan membongkar gerbang, pihak Unpadlah yang rugi. Mungkin mereka hanya memandang mahasiswa yang duduk-duduk di gerbang tiap malamnya hanya sekedar bersenang-senang tanpa ada makna kongkrit. Ito menjelaskan, dengan kita sekedar duduk dan mengobrol dengan mahasiswa yang lainnya, tanpa kita sadari kita melakukan social networking. Siapa tahu orang yang kita ajak nobrol ternyata akan menjadi orang yang sukses dikemuadian hari.
Gerbang dan KGU telah mencetak orang-orang yang berkualitas dan intelektual. Kehidupan malam di gerbang memberikan kita pelajaran yang tidak dosen berikan di ruang kelas. KGU mengajarkan anggotanya untuk bisa mandiri, kreatif, mau berpendapat, mempunyai jiwa organisasi tinggi, mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan yang paling penting adalah tidak adanya perbedaan antara kaya dan miskin.
Yang membedakan antara kita di gerbang adalah, bagaimana kepintaran seseorang dipergunakan dengan baik dan maksimal demi mencapai tujuan yang baik pula serta mambantu warga sekitar. Tanpa kita sadari, kita semua adalah pendatang dari jatinangor ini. Apa yang telah KGU berikan secara langsung ikut membangun citra Unpad. Sampai-sampai mahasiswa Unpad di Bandung juga ingin mempunyai gerbang untuk nongkrong.
Hal ini akan kembali jika lampu itu dinyalakan lagi, simbol dari terangnya lampu bisa kembali menghangatkan ingatan kita atas memori indah di gerbang. Saat lampu itu kembali menyala, kami pastikan, kami akan kebali untuk berjaya. Hidup KGU!

210110070381 Nia Agnes Sianturi

04.30 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

TH6/OJ/2009 Nia Agnes Sianturi
210110070381

Mancari Nafkah di Larut Malam
Cahaya lampu jalan dan rumah-rumah penduduk menerangi Jatinangor pada malam hari. Hawa juga semakin dingin dan lalu lalang orang juga hilang. Jatinangor menjadi sepi. Yang ada hanya segelintir pedagang makanan, warung internet (warnet), dan kendaraan yang melintas di jalan raya. Di tengah larut malam itu siapa sangka ada seorang ayah yang terus berjuang mempertahankan hidup keluarganya.
Angin malam menembus kulit Iri Suhairi, seorang lelaki berusia 49 tahun. Tidak mengenal larut, sosok ayah ini masih bertahan dengan gerobak kecilnya di gerbang Unpad, Jatinangor hingga pukul 03.00. Dengan sabar ia menunggu manakala ada pembeli yang datang ke arahnya. Memerhatikan langkah setiap pejalan kaki dan berharap mendekati gerobaknya kemudian berkata “Pak, bajigur satu”.
Badannya yang kurus tampak letih dengan kenyataan hidup yang dialaminya. Dari siang hingga larut malam ia harus duduk di belakang gerobaknya dan bergurau dengan teman-temannya dengan muka cemas. Ayah dari tiga orang anak ini berusaha mencukupi keluarganya dengan pendapatan Rp 30 ribu per hari.
Istri Suhairi yang bekerja sebagai pedagang lotek ternyata tidak banyak membantu perekonomian keluarganya. Pelanggan yang membeli lotek pun jarang. Akan tetapi, kenyataan ini tidak lantas membuat Suhairi dan istrinya menyerah pada keadaan. Mereka tetap berusaha walaupun hasil yang diperoleh tidak menentu setiap harinya.
Siapa sangka di balik senyum Suhairi ada ketidakpuasan yang sulit ia ungkapkan. Anak pertamanya menderita cacat sehingga tidak bisa berjalan selayaknya orang normal. “Jika sekolah, mungkin anak saya sekarang sudah tamat SMA,” ungkap Suhairi. Apa yang dapat dilaukan lagi karena cacat anaknya telah diketahui sejak bayi.
Suhairi menyatakan telah membawa anaknya berobat ke berbagai tempat. Mulai dari pengobatan secara medis maupun tradisional. Akan tetapi, semua usaha itu tidak memberikan hasil. Semuanya hanya menghabiskan dana.
Betapa malang nasib keluarga Suhairi. Ayah yang hanya menamatkan diri dari Sekolah Dasar (SD) ini harus berjuang mempertahankan hidup di tengah persaingan dengan orang lain. jika ditanya apakah uang yang ia peroleh cukup untuk menafkahi keluarganya, bibirnya akan terasa berat menyatakan cukup.
Tidak ada pekerjaan lain yang dapat ia lakukan. Sebelum jadi pedagang bajigur, ia pernah bekerja di pabrik pembuat aspal. Akan tetapi, ia harus berhenti dari pekerjaan itu karena pabrik tersebut bangkrut dan akhirnya tutup. Hal ini terjadi pada tahun 1982.
Ayah dari tiga anak ini kemudian berusaha mencari pekerjaan dan kemudian bekerja di pabrik minyat cat terpentin. Pabrik itu juga bangkrut dan ia harus menjadi pengangguran. Selama 5 tahun Suhairi tidak bekerja dan bergantung pada orangtuanya. Amat menyedihkan kehidupannya pada saat itu.
Sejak itu ia mencoba peruntungan menjadi pedagang bajigur. Tahun 1997 merupakan awal dimana ia berjalan sambil mendorong gerobaknya. Jika beruntung, ia akan mendapatkan uang yang banyak. Jika tidak, ia tetap pasrah dengan keadaan.
Keadaan Suhairi memang tidak jauh berbeda dengan pedagang lainnya. Misalnya, pedagang bubur di Jl. Raya Jatinangor yang buka hampir 24 jam. Mereka membuka warungnya sampai subuh demi menghidupi keluarganya. Begitulah Adi dan Yiran mengisahkan kehidupan mereka. Latar belakang pendidikan yang hanya lulus SD membuat mereka harus pasrah dan puas dengan hanya menjadi pedagang bubur.

Satpam, Menjaga Jatinangor Waktu Malam

04.16 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)


Jatinangor, sebuah kota kecamatan di perbatasan Bandung-Sumedang yang kini semakin dipenuhi kaum pendatang. Sebagian besar adalah mahasiswa dari empat perguruan tinggi ternama di Indonesia yang kos dan menjadi penghuni baru Jatinangor yang tadinya sepi. Sekarang kota kecil yang indah ini ramai sekali.

Malah kini Jatinangor seolah menjadi kota yang tak pernah mati. Dari mulai matahari terbit sampai malam hari, aktivitas penduduknya selalu menghidupkan kota di kaki Bukit Geulis dan Manglayang ini. Di pagi hari, ribuan mahasiswa bersiap-siap menuju kampus mereka. ada yang sedang sarapan, ada yang sedang asyik membaca koran pagi, ada yang berlari-lari mengejar keterlambatan, bahkan ada yang masih berolahraga.di hari Minggu, semua keramaian ini bukannya berkurang, malah semakin bertambah dengan kehadiran Paun atau Pasar Unpad yang selalu tampak sesak.

Semua kesibukan itu tak berhenti di situ saja. Siang hari, mahasiswa tampak menikmati makan siang ramai di gerbang masuk Unpad, yang dipenuhi tenda-tenda makanan. Menjelang sore, banyak yang memanfaatkannya sebagai waktu refreshing dan beristirahat dari kejenuhan kuliah dengan menjalankan hobi mereka. ada yang asyik bermain sepakbola, skater-board, taekwondo, dan sebagainya. Namun apa yang terjadi di Jatinangor malam hari?

Di saat semua orang bisa tidur nyenyak dan aman, ada sejumlah orang yang justru harus terjaga sepanjang malam. Ya, siapa lagi kalau bukan satpam. Para lelaki tegap yang bertanggung jawab akan stabilitas keamanan ini harus selalu bersiaga 24 jam, khususnya di waktu malam. Sadar atau tidak, kita sesungguhnya telah banyak berutang budi pada orang-orang ini. Kalau tak ada mereka yang selalu siaga, mungkin kita tak akan bisa tidur nyenyak. Di kos-kosan dan kampus sekitar Jatinangor, satpam memiliki fungsi dan peranan yang tidak bisa diremehkan. Secangkir kopi dan kepulan asap rokok menjadi kawan setia mereka setiap malam, untuk menghangatkan tubuh di tengah dinginnya udara Jatinangor yang menusuk tulang. Setiap tiga jam sekali mereka harus keluar, berpatroli, dan memastikan keamanan. Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di wilayah patroli mereka, tentu saja mereka menjadi orang pertama yang harus dimintai pertanggungjawaban, atau jika kejadiannya parah, mungkin mereka bisa jadi korban.

Dalam banyak kasus kebakaran, perampokan, sampai ledakan yang terjadi di berbagai tempat, satpam banyak yang menjadi korban. Tentu saja, posisi mereka sangat strategis dengan lokasi kejadian. Seperti juga yang terjadi baru-baru ini, saat terjadi kebakaran besar di Depo Pertamina Plumpang. Tak ada korban tewas, kecuali seorang satpam yang malam itu sedang bertugas. Atau saat gedung Bank Tabungan Negara di kawasan Harmoni terbakar, kita melihat drama menegangkan antara seorang satpam yang panik dan terjebak di tengah kepulan asap di lantai 19 dan usaha penyelamatan para petugas pemadam kebakaran.

Namun sayangnya, tak semua orang menyadari keberadaan mereka. seringkali satpam hanya dianggap sebagai robot penjaga yang harus menjadi orang pertama yang bertanggung jawab bila terjadi suatu kehilangan. Di siang hari atau waktu-waltu biasa, jarang hanya sedikit orang yang menyapa dan mau berbicara lama dengannya. Mereka hanya datang dan meminta tanggung jawab ketika punya masalah keamanan. Setelah itu, tidak semuanya mau menyapanya dengan akrab dalam keseharian. Itulah perasaan yang diungkapkan Ahmad Junaidi atau yang biasa dipanggil Dedi (38), seorang satpam yang bertugas menjaga keamanan di wilayah kampus sampai asrama POMA. Saat ditemui di posnya yang sederhana (9/2) ayah satu anak ini menceritakan suka-dukanya selama menjadi satpam.

Dedi yang sudah sepuluh tahun menjadi satpam ini menyebutkan, sebagai seorang satpam yang dibebani tanggung jawab yang begitu besar, bayaran atau gaji yang ia terima tidaklah seberapa, hanya 400 ribu rupiah per bulannya. “Jumlah segitu mana cukup atuh Neng, tapi ya biarlah, kalau bukan Bapak siapa lagi yang mau jadi satpam dan menjaga kalian semua?” keluhnya pasrah.

Dedi dan satpam-satpam lainnya biasanya bekerja secara bergilir setiap tiga hari sekali. Mereka mulai stand by dari pagi hari, hingga pagi lagi. Untunglah mereka tidak bekerja sendirian, sehingga di tengah keheningan malam, setidaknya ada kawan yang bisa diajak bicara supaya tidak merasa kesepian dan akhirnya malah lengah dan mengantuk. Tapi menurut Dedi, toh ia dan kawan-kawan tidak semalaman suntuk bisa membuka mata. Biasanya setelah berpatroli dan memastikan keadaan aman semua, ia akan tidur selama tiga jam pada pukul satu pagi, dan terbangun untuk berjaga dan melakukan patroli lagi. Begitu seterusnya.

Karena wilayah penjagaannya juga termasuk asrama POMA Unpad, otomatis Dedi juga memegang peranan yang cukup besar dalam menjaga keamanan di asrama ini, khususnya asrama putri. Ia tak segan-segan mengusir laki-laki yang berani masuk ke dalam kamar. Bahkan pernah suatu hari Dedi memergoki dua orang muda-mudi yang sedang memadu kasih di dalam kamar pada pukul 2 malam. Saat itu juga ia langsung bertindak tegas, menelepon orang tua kedua mahasiswa tersebut dan mengusir putri mereka untuk tidak tinggal di asrama itu lagi. Keesokan harinya, mereka mengepak barang-barang dan terpaksa pindah kos-kosan karena ketegasan Dedi, meskipun ia baru tinggal di sana selama tiga bulan.

“Kalau ada anak yang nakal atau bertingkah macam-maca, saya tidak bisa tawar-tawar lagi, apalagi kalau anak perempuan, duh ngeri banget saya. Sebab kan saya juga punya istri, dan anak saya perempuan, jadi saya nggak mau ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Biar ajalah mau dibilang kejam atau bagaimana, yang jelas kan itu juga untuk kebaikan dia, buat kita semua. Kalau ada apa-apa kan saya juga yang disalahin,” ujarnya. Dedi juga hanya membuka pintu-pintu asrama yang bisa dijangkau pengawasannya. Misalnya, pintu belakang tak pernah ia buka. Hal ini tentu saja untuk mengintensifkan pengawasan yang dilakukan.

Bila kebanyakan satpam yang bekerja di sini merupakan penduduk asli Jatinangor, tidak demikian halnya dengan Dedi. Ia justru orang asli Bandung yang ber-“transmigrasi” ke kampung Jatinangor. Ketika disinggung mengenai hal ini, Dedi tertawa. “Yang di Bandung itu kan orang tua saya, rumah mereka. Sekarang keduanya sudah meninggal dunia. Akhirnya saya “melarikan diri” ke sini. Saya dapat jodoh orang sini, jadi ya sudahlah sekalian saja beli rumah di Manglayang. Belum ada setahun saya tinggal di sana. Makanya jujur saja, saya belum hafal betul alamat rumah dan nomor telepon rumah saya.”

Beberapa waktu yang lalu, di asrama putri POMA pernah ada seorang mahasiswi yang kehilangan laptop dan handphone di kamarnya, di lantai dua. Hilangnya sewaktu malam hari, sekitar pukul 12 malam. Mahasiswi itu langsung melapor dan menyalahkan Dedi yang dinilainya tidak becus. Setelah diselidiki, ternyata si mahasiswi itu sedang main ke kamar temannya yang terletak di sebelah kamar. Sementara ia pergi meninggalkan kamar, jendelanya dibiarkan terbuka lebar, dengan alasan gerah. Ia pun tertidur di kamar temannya itu. Keesokan paginya, begitu ia memasuki kamar, laptop dan handphone-nya sudah lenyap. Ia langsung memanggil dan menyalahkan kinerja Pak Dedi, padahal jelas-jelas hal itu terjadi karena kecerobohan dia sendiri yang teramat sangat. Mungkin ia malu untuk mengakuinya di hadapan orang tua sendiri, maka ia pun menyalahkan Dedi yang kebetulan sedang jaga malam itu.

Ternyata Jatinangor memang kota yang tak pernah tidur. Walaupun sebagian besar warganya tertidur di tengah malam, tapi ternyata masih ada juga yang terbangun dan menjaga mereka yang tidur. Mereka memang hanya sekadar satpam, tapi justru merekalah yang paling dekat dengan kita, berada di sekitar kita. Karena itulah kita bisa memercayainya.

Satpam bukanlah robot penjaga gerbang. Ia adalah seorang manusia, yang punya mata, perut, dan punya perasaan. Maka sudah sepatutnya kita juga memperlakukan ia sebagai manusia. Satpam kita temui setiap hari, tetapi, berapa kali kita tersenyum ramah kepadanya? Berapa kali kita menyapanya? Berapa kali kita berterima kasih kepadanya? Satpam bukanlah oknum yang harus selalu kita salahkan bila ada suatu kejadian. Justru ialah seseorang yang pekerjaannya harus kita apresiasi. Karena dia, Jatinangor malam menjadi aman dan tentram.


Biodata Narasumber
Nama : Ahmad Junaidi
Panggilan : Dedi
TTL : Bandung, 15 Januari 1970
Alamat : Kampung Cipaku Cilayung, Manglayang
Nama Istri : Siti
Anak : 1 orang (usia 6 tahun)


Feature oleh Ken Andari - 210110070247

Pencari Nafkah Di Sekitar Gerbang Unpad

04.16 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Di depan pintu gerbang Universitas Padjajaran pada malam harinya banyak terdapat penjual-penjual makanan yang beraneka ragam dari mulai tukang sate, penjual bubur ayam, dan masih banyak lagi penjual makanan yang tersedia. Disana juga terdapat warung-warung yang menjual makanan yang biasanya terdapat di supermarket ataupun minimart. Hal ini dilakukan mereka untuk memenuhi kebutuhan setiap orang di sekitar kampus Padjajaran, terutama para mahasiswa yang menimba ilmu di wilayah ini. Selain penjual makanan tersebut, ada juga orang-orang yang mencari nafkah untuk kehidupanya dengan cara menjadi tukang ojek, yang selalu melayani para penumpangnya untuk mengantar mereka ke tempat tujuanya.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh sebagian besar orang yang bermata pencaharian sebagai tukang ojek, biasanya cukup maksimal dilakukan pada waktu pagi hari. Karena pada saat itu, seluruh masyarakat di Jatinangor biasanya memulai aktifitasnya. Apalagi tujuan utama tukang ojek adalah para mahasiswa yang akan melakukan studi pada pagi hari.
Biasanya frekuensi tukang ojek mendapatkan pendapatannya antara malam dan siang hari, sangat jauh berbeda. Para tukang ojek lebih banyak mendapatkan uang pada saat pagi hari. Sedangkan pada saat malam, para tukang ojek hanya mendapati masyarakat yang baru pulang kerja, dan lain-lain, tanpa mendapati para mahasiswa. Adapula tukang ojek yang bekerja pada dini hari. Tetapi frekuensi yang ada, hanya sedikit dibandingkan dengan tukang ojek bagian siang dan malam hari.
Pendapatan yang didapat oleh tukang ojek tersebut juga beraneka ragam. Ada yang mendapatkan jumlah uang yang cukup besar, adapula yang mendapatkan jumlah uang yang pas. Pendapatan tersebut sesuai dengan kegigihan para tukang ojek yang dalam pekerjaannya berlaku sangat giat mencari pelanggan ojeknya. Dan juga adanya sistem rotasi bagi setiap tukang ojek yang mendapatkan penumpang. Pendapatan para tukang ojek tersebut dapat dilihat dari jauh-dekatnya penumpang yang mereka layani.
Jasa tukang ojek inilah selalu dibutuhkan oleh para masyarakat dan juga bagi para mahasiswa, terutama pada malam hari yang biasanya mobil-mobil angkuatan umum sudah jarang atau mungkin tidak ada yang melintasi jalan kawasan para masyarakat lain. Bagi para mahasiswa, jasa-jasa tukang ojek mungkin tidak terlalu penting bagi oara mahsiswa laki-laki yang umumnya sudah mempunyai kendaraan-kendaraan pribadi milik merak sendiri. Tapi bagi kaum perempuan, jasa tukang ojek ini lebih dibutuhkan dikarenakan adanya aktifitas lain selain melakukan studi perkuliahan yang dilakukan, umumnya kegiatan ini terjadi pada pagi hari.
Para pedagang yang berada di kawasan gerbang Unpad tersebut, melakukan pekerjaannya hingga dini hari. Sehingga itu memudahkan masyarakat yang tinggal di sekitar situ, tidak sulit untuk mencari makanan di waktu malam hari. Kebanyakan pedagang makanan tersebut dibeli oleh para mahasiswa yang bertempat tinggal disana.
Pedagang makanan tersebut juga menjual makanannya beraneka ragam. Tetapi rata-rata harga yang ditawarkan oleh pedagang makanan tersebut masih bisa terbayar oleh seumuran mahasiswa. Tidak terlalu mengorek kantong yang berlebihan. Cukup kenyang, tetapi pas juga untuk kantong kita.
Yang menarik dari hal ini adalah penjual bubur yang terdapat di sebelah kiri dekat jalan menjuj pintu gerbang Universitas Padjajaran. Bapak yang berkisar separuh baya ini menjual bubur dengan penuh kenyamanan di tambah suasan malam yang mendukung para konsumen membeli makanan yang sangat pas dengan cuaca yangg begitu dingin yang selalu terjadi di Jatinagor pada akhir-akhir ini.
Hal ini dapat diihat dari banyak pengunjung yang membeli bubur-bubur dan asiknya melahap bubur dibandingak dengan para pembeli yang berda di samping tempat jualan bubur yaitu tukang sate dan tukang keripik singgkong tidak terlalu dipenuhi oleh para pembeli. Dengan hidangan yang sederhana yang hanya ditambahkan telor rebus dan kerupuk bubur pada umumnya, penjual bubur teresebut melayai pembeli dengan penuh semangat tanpa kenal lelah meskipun cuaca yang sedang melanda kawasan Jatinangor ini kurang bersahabat dengan tubuh masyarakat sendiri.
Selain pelayanan yang baik kepada para pembeli, penjual bubur ini juuga menetapkan harga yang relatif murah dibandingkan dengan penjual-penjual bubur yang berjaualan pada malam hari di daerah lain. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebanyakan pembelinya adalah para Mahasiswa yang sedang meninba ilmu di kawasan Jatinangor dan masyarakat yang umumnya berada dalam keadaan ekonomi menengah. Dengan golongan ekonomi yang kenbanyak cukup ini para pedagang-pedagang lainya juga menetapkan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Dari damapak ekonomi inillah mereka meraup keuntungan dan tetap bisa berjualan demi memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya terutama pada malam hari. Disamping mendapatkan keuntungan yang lebih meskipun kadang-kadang keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil usaha mereka cenderung lebih sedikt dan tidak sesuai yang mereka harapkan.
Dengan adanya penjual-penjual yang memenuhi keheningan malam kawasan pintu gerbang Universitas Padjajaran ini sangat menguntungkan bagi semua pihak lapisan masyarakat yang berada di wiayah ini dan selain mencari keuntungan dari hasil penjualan yang mereka lakukan dapat juga mempersempit tindakan kriminalitas yang bisa saja terjadi di setiap waktu yang pada umumnya dillakukan pada malam hari yang terjadi di sekitar kawasan pintu gerbang Universitas Padjajaran yang kebanyakan terdapat toko-toko penunjang kebutuhan masyarakat dan rumah-rumah penduduk.
Hal tersebut dapat dilihat dari mulai ramainya kehidupan di wilayah tersebut pada malam hari dan tak jarang pula hingga larut, sehingga kegiatan negatif yang dilakukan oleh orang yang mempunyai tujuan yang tidak baik mulai berkurang, selain itu juga dapat memenuhi pendapatan masyarakat di daerah sekitar dengan adanya penjual-penjual dan tukang ojek yang melakukan mencari nafkah bai kehidupanya yang berada di kawasan tesebut.

Mieke Mardani
210110070340

MENANTANG MALAM DI JATINANGOR

04.12 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Bila berjalan-jalan malam hari di sekitar Sayang, Jatinangor, kita akan menemukan banyak pedagang makanan berjejer di pinggir-pinggir jalan. Sebagian besar dari para pedagang itu tentu menjual makanan berat bagi para penduduk sekitar, khususnya mahasiswa, yang memilih untuk membeli makan di luar sehingga tidak perlu repot-repot memasak di kosannya. Di antara pedagang-pedagang makanan berat, ada pula para pedagang kudapan yang menyediakan sekedar camilan. Salah satu pedagang kudapan yang menjual produknya dengan harga yang cukup bersahabat bagi para mahasiswa adalah Wahyudi, bujang asal Jawa Tengah yang mencoba menantang hidup di Jatinangor ini, yang notabene merupakan area yang banyak dihuni mahasiswa, khususnya mahasiswa yang berdomisisli di sekitar Sayang, Jatinangor.
Wahyudi telah memulai usahanya ini sejak setahun lalu. Sebelumnya, pria yang berhasil lulus SMP ini telah beberapa kali berpindah-pindah tempat untuk bekerja. Selulusnya dari SMP, kondisi ekonomi keluarga memaksanya untuk membantu kedua orangtuanya bekerja serabutan di sekitar rumahnya. Ia pun harus puas dengan pendidikan yang hanya sampai SMP. Anak keempat dari sebelas bersaudara ini harus mengalah demi memberi kesempatan saudara-saudaranya untuk bisa bersekolah.
Tak lama kemudian, kedua orang tuanya mengajaknya hijrah ke Bandung dan kemudian membuka usaha warteg di sekitar Cijerah, Bandung. Di warteg itu ia hanya bertahan sekitar dua tahun karena ia diajak pamannya hijrah kembali ke Kerawang, kemudian ke Semarang, Cikarang, dan akhirnya persinggahan terakhirnya kini adalah Jatinangor, Sumedang. Di daerah-daerah tersebut, semua usaha yang dilakukan masih berada di sekitar dagang.
Jiwa pedagang memang mengalir deras pada pemuda kelahiran 1983 ini. Kedua orang tuanya pun merupakan pedagang yang meskipun kurang begitu sukses, tetapi setidaknya mampu menghidupi tiga belas jiwa yang ada di keluarganya dengan usaha sendiri bukan dengan bekerja pada orang lain.
Ilmu membuat kudapan berupa goreng-gorengan, ia dapat dari pamannya yang telah terlebih dahulu memulai usaha ini. Ketika di ajak berpindah-pindah oleh pamannya, ia telah memulai usahanya berjualan kudapan-kudapan berupa gorengan. Berbagai gorengan mencoba ditawarkan oleh Wahyudi. Beberapa diantaranya adalah bawan, tahu isi toge, molen, keroket, dan yang paling laris manis adalah gorengan tempenya yang selalu lebih dulu terjual habis. ”bikin ketagihan” kata Dewi salah seorang pembeli camilan tersebut.
Selain karena rasanya yang bersahabat dengan lidah, harga kudapannya juga cukup bersahabat dengan kantong mahasiswa. Sementara para pedagang lain telah mematok harga sekitar Rp 500 untuk tiap gorengan, Wahyudi berani mematok harga hanya Rp 400 untuk tiap biji produknya. Bahkan pasca kenaikan harga minyak tanah akhir tahun lalu, Wahyudi memilih untuk bertahan dengan harga Rp 1000 untuk tiga buah kudapan sementara yang lain telah mematok harga yang cukup tinggi. ”Saya kan baru mulai usaha ini, baru setahunan. Jadi harus mencari pelanggan dulu” ujarnya ketika ditanya tentang alasannya bertahan dengan harga di bawah standar.
Wahyudi memilih malam hari untuk berjualan. Menurutnya, waktu malam memang cukup tepat untuk dipakai berjualan karena pagi-paginya ia pakai untuk berbelanja ke pasar, dan sorenya ia pakai untuk mengolah bahan. Ia mengaku tidak memiliki alasan khusus untuk berjualan di malam hari. Dalam pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya ia memang terbiasa untuk berjualan di malam hari. ”Ya, sudah terbiasa saja di malam hari, jadi kalau dagannya di siang hari sepertinya, belum terbiasa saja” tuturnya.
Meskipun berjualan dari sekitar pukul 5 sore, Wahyudi tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk berdiri menunggu pelanggan di pertigaan Sayang, Jatinangor. Ia biasanya berjualan di sana sampai sekitar pukul sebelas karena biasanya jam-jam itu dagangannya telah habis terjual.
Tidak terlalu banyak hal luar biasa yang ia rasakan dengan berjualan di malam hari. ”Mungkin karena saya memang tidak pernah berjualan di siang hari jadi tidak bisa membandingkan, kalau siang bagaimana, kalau malam bagaimana” katanya. ”kala masalah pelanggan sih sepertinya sama saja ya, mau siang mau malam pasti begitu-begitu saja, ada yang bawel, ada yang sabar, ada yang susah ditanya juga, ya begitu-begitu saja” lanjutnya.
Waktu malam adalah waktu-waktu strategis para mahasiswa biasanya membeli makanan. Apakah itu hanya untuk makan malam atau mencari camilan-camilan yang dapat dijadikan teman saat begadang mengerjakan tugas, nonton bareng teman, kumpul-kumpul bareng teman, atau menjadi pelengkap saat makan. Yang sengaja membeli gorengan untuk makan malam juga ada beberapa. ”Untuk menghemat ceritanya”, kata Tia salah seorang pelanggannya.
Wahyudi mengakui bahwa Jatinangor sengaja dipilihnya sebagai tempat untuk mengais rezeki karena memang gudangnya mahasiswa. Sebelumnya, di Jawa Tengah ia biasanya berjualan di daerah sekitar kampus. Ia punmerasa tidak salah dengan perkiraannya karena memang kebanyakan dari pelanggan-pelanggannya adalah mahasiswa.
Ia mengaku tidak ada cara khusus untuk mempromosikan dagangannya. Strategi mematok harga di bawah standarpun ia lakukan bukan hanya untuk promosi tetapi ia memang tidak terlalu fokus untuk mencapai untung yang sebanyak-banyaknya, tetapi dapat menjual sebanyak-banyaknya. ”Kalau untung ya, pasti untunglah meskipun dengan harga segitu. Tidak ada pedagang yang mau rugi” ujarnya. Ia pun hanya berusaha untuk membuat kudapan yang dapat dinikmati para pelanggannya. ”Sejauh ini yang paling laris, ya, gorengan tempe, jadi yang paling banyak dibuat, ya, gorengan tempe” katanya lagi. Tidak heran bila ia mengatakan seperti itu, terbukti ketika wawancara dilakukan pun ada sekitar tiga orang pelanggannya yang tidak jadi membeli karena gorengan tempenya sudah habis. Ada juga yang mengganti pilihannya menjadi kudapan lain seperti bawan, keroket, atau moleh.
Cukup lumayan juga penghasilan yang ia dapat dari berjualan kudapan di Sayang, Jatinangor ini. Semalamnya, kalau sedang sepi, ia hanya bisa meraih keuntungan sekitar empat puluh sampai enam puluh ribu. Tapi bila sedang ramai pembeli, keuntungan bisa mencapai lebih dari itu. Ia mengaku hasil jualannya itu sebagian ia tabung untuk simpanan masa depan, sebagian lagi ia kirim ke kampung halaman untuk sekedar membantu orang tuanya dan keempat adiknya yang masih bersekolah.
Wahyudi mengakui masih betah dengan usahanya yang seperti ini. Ia belum berpikiran jauh tentang usahanya ke depan. ”Yang penting jalani saja yang sekarang dijalani. Kalau dijalaninya baik, Insya Allah ke depannya juga baik” ungkapnya. Meski begitu, mimpi untuk merambah ke usaha yang lebih besar tentu ada, tetapi modal yang diperlukan sampai saat itu belum tersedia, akunya.
Di Jatinangor ini, ia benar-benar hidup sendiri. Di rumah kosnya yang ada di belakang masjid besar Sayang, ia biasa mempersiapkan segala sesuatunya sendiri, dari mulau belanja ke pasar, mengolah bahan hingga akhirnya berdiri berjam-jam di pertigaan Sayang untuk berjualan gorengan, ia lakukan sendiri.
”Selama setahun ini, saya baru pulang satu kali ke Jawa Tengah. Waktu lebaran kemarin” tuturnya.



Rachmi Nurhanifah
210110070372

Malam adalah Pekerjaanku

04.02 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (2)

Malam adalah Pekerjaanku
oleh Galih Setiono

Jatinangor merupakan sebuah kota moderen yang awalnya adalah kota persinggahan bis-bis dan truk-truk besar yang ingin ke Sumedang dan Cirebon. Sebelum masuknya universitas-universitas diantaranya Universitas Padjadjaran, Institut Pegawai Dalam Negeri (IPDN), Universitas Winaya Mukti, dan Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN), Jatinangor seperti ungkapan Jatinangor adalah “kota mati”. Namun, di sisi lain saat malam hari Jatinangor menjadi lahan mengait keuntungan bagi para pedagang.
Lelaki itu bertubuh kekar. Saat mendatanginya, ia sedang menggoyang-goyangkan tangannya dengan sebuah kipas dan terdapat di depan tubuhnya sebuah kipas kecil yang membuat jagung menjadi matang. Asep namanya, ia adalah seorang penjual jagung yang berjualan di depan atm mandiri, dekat sebuah swalayan kecil yang bernama Alfa mart. Lelaki berkulit hitam itu selalu tersenyum jika seseorang mendatanginya untuk membeli dagangannya.
Asep berasal dari Majalaya, Sumedang, Jawa Barat. Dengan bermodalkan nekat dan mempunyai modal yang cukup, ia mengadu nasib di Jatinangor untuk berdagang jagung bakar. Lelaki yang sangat kental dengan “logat Sunda” ini sebelumnya bekerja sebagai petani. Namun, karena sering terjadi “gagal panen” ia memutuskan untuk mencoba berdagang. Ia mulai berdagang pada jam7 malam. Setiap hari, pukul 6 sore ia menyiapkan jagung-jagung untuk dijualnya. Biasanya, lelaki yang memiliki rambut ikal ini sudah pulang bersiap-siap karena barang dagangannya sudah habis terjual. Jagung yang dibawanya sudah habis terjual pada pukul 11 malam. “Biasanya teh, saya sudah pulang ke rumah jam11 malam soalnya mah sebelum jam11 jagungnya sudah habis”, ujar Asep.
Asep mendapatkan jagung di sebuah pasar yang lumayang besar di kawasan Sumedang. Jagung yang dibeli, disimpan di dalam rumahnya lalu jika malam sudah menunjukkan batang hidungnya lelaki yang bersuara bas ini mengeluarkan gerobak dorongnya untuk berjualan. Jagung yang dijualnya tidak hanya berupa jagung bakar yang biasa dijual dipinggiran jalan, yang membedakannya adalah jagung diberi keju atau perasa pedas, asam, manis lalu diberi parutan keju di atasnya.
Lelaki paruh baya ini berjualan ditemani oleh seorang laki-laki yang beranjak dewasa. Saat ditanyakan siapa laki-laki itu, Asep menjawab “dia mah tetangga saya kebetulan tidak memiliki pekerjaan jadi saya mengajaknya untuk berjualan, berhubung saya kesulitan jika sendiri untuk membakar jagungnya jadi saya mengajak dia”, ucap Asep.
Asep memiliki seorang istri cantik. Lelaki yang tinggi berkisar 165 cm ini juga memiliki dua orang anak. Anak pertama duduk di bangku sekolah dasar kelas tiga dan bungsu berumur tiga tahun. Istri yang ia nikahi belasan tahun silam ditinggalnya untuk berjualan. Istri dan kedua anaknya menempati rumah yang berada di kawasan Rancaekek. Lelaki yang terlihat paruh baya ini tidak tinggal bersama anak dan istrinya, ia tinggal bersama kedua kakaknya yang kebetulan kerja di Jatinangor. Jawaban atas ditanya mengapa ia tidak pulang pergi yaitu keterbatasan waktu. “Saya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk pulang ke rumah istri dan anak saya tinggal. Kalaupun bisa kadang cuma hari Minggu, Senin sudah kembali ke Jatinangor”, tutur Asep.
Keuntungan yang didapat oleh Asep dalam sehari mencapai tiga ratus ribu rupiah. Pendapatan tersebut termasuk pendapatan kotor, belum termasuk biaya makan, membayar tagihan, dan lainnya walaupun ia bergabung tempat tinggal bersama kedua kakaknya namun tagihan tetap harus dibagi rata dalam membayarnya. “Keuntungan yang saya dapatkan dalam menjual jagung sekitar tigaratus ribu sehari, pendapatan kotor karena belum dipotong dengan tagihan-tagihan lain dan biaya makan”, sahut Asep.
Keuntungan yang didapatkannya termasuk dalam usaha lain yang dikerjakannya selain berjualan jagung baker yaitu sebagai jual-beli jagung. Pertama, jagung ia beli di sebuah perkebunan jagung daerah Sumedang lalu ia jual kembali ke kawasan Bogor. Lelaki yang memiliki kumis di mukanya ini mempunyai teman yang memesan jagung hanya dengan melalui “SMS”. Asep layaknya “agen” penjual jagung yang keuntungannya dibagi kepada pekerja yang menjadi bawahannya untuk mengirim beberapa karung jagung.
Dengan pendapatan yang diterimanya tersebut, Asep tidak pernah meminta dan mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah. Pendapatan yang dihasilkan ia sudah mencukupinya. Menurutnya, buat apa “mempunyai tangan kanan jika tangan kiri bisa dipergunakan dengan baik. Lelaki pekerja keras ini tidak pernah menggantungkan kepada orang lain. “Lebih baik saya menjadi pengemis dari pada saya menyusahkan orang lain”, tegasnya.
Kejadian menarik pernah dialami oleh lelaki berklahiran 40 tahun yang lalu ini. Ia pernah berebut lahan dagang dengan orang lain. Lahan yang biasa dipakainya untuk berjualan ditempati oleh orang lain. Ia hanya pasrah menerimanya dan mencari lahan lain untuk berjualan. Tetapi ia tidak takut kepada siapa pun. “Saya teh tidak takut sama siapa-siapa, kalau ada orang yang mengajak saya ribut saya berani”, ujar Asep dengan nada percaya diri. Keuntungan pernah diraihnya saat ia berjualan di malam tahun baru. Ia mendapatkan sekitar satu juta rupiah, itu adalah keuntungan paling besar yang pernah ia dapatkan dari sebelum-sebelumnya.
Kesulitan pernah dialami oleh Asep. Ketika zaman berubah menjadi serba mahal dan naikknya harga barang terutama harga bahan jagung. Dengan bertambahnya harga bahan pokok yang dijual di pasaran, Asep mencari cara untuk tetap melanjutkan usahanya. Ia menurunkan kualitas jagung yang tidak terlalu manis dan menggantinya dengan jagung kualitas tinggi. Ia tidak mengandalkan naiknya harga penjualan jagung kepada masyarakat. Menurutnya, jika menaikkan harga penjualan di masyarakat sama saja dengan menghilangkan peminat pembeli jagung untuk membelinya. Namun, hal itu dapat ia atasi dengan baik.
Saat ditanya akan hal yang belum ia raih, Asep menjawab bahwa ia ingin menaikkan kedua orangtuanya. Impian Asep tersebut belum terwujud karena uang yang ia kumpulkan belum memenuhi batas jumlah haji. Terlepas dari semua itu, lelaki bermata sayu ini sudah merasa puas akan apa yang telah ia dapat dari sebelumnya.
Demikian dapat terlihat bahwa di dalam kota Jatinangor yang sekarang menjadi tempat mengadu nasib “para mahasiswa” terdapat seorang pedagang malam hari yang mempunyai ambisi besar dan pekerja keras. Terlepas dari pekerjaan apa yang ia lakukan dan dimana ia bekerja, yang terpenting adalah halalnya pekerjaan yang dilakukannya.

Label:

Ketika Bulan Bersinar

04.01 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Ketika Bulan Bersinar
oleh Florentina


Gang yang biasanya ramai penuh dengan orang berlalu lalang kini tampak sepi. Malam itu sedang purnama, bulan benderang, bulat sempurna menghias langit. Bintang-bintang pun berkelip, tampak harmonis mendampingi. Gang Sukawening yang biasa ramai dipenuhi orang yang berlalu lalang, tampak sepi. Tak heran, jarum jam sudah menunjukkan angka satu lewat tengah malam.
Allan menjejakkan kakinya, turun dari mobil angkutan kota yang disewanya bersama teman-teman PSM. Mobil itu membawa mereka dari Dipati Ukur, Bandung. Menjelang konser tahunan ini, Kang Arvin, pelatih PSM, menambah jam sesi latihan. Tim konser yang 80% terdiri dari anggota baru dinilainya belum cukup matang mempersiapkan konser yang akan digelar beberapa minggu lagi. Konsekuensi dari penambahan jam tersebut adalah semakin larutnya Allan menginjakkan kaki di kamar kostnya yang terletak di Gang Sukawening, Jatinangor.
Allan menghela nafas, dalam hati ia menyakinkan diri bahwa malam ini seperti malam-malam sebelumnya –takkan ada hal spesial terjadi.- Sempat terlintas di benaknya untuk mengambil jalan memutar menuju kamar kostnya sehingga ia tidak perlu bertamu terlebih dahulu. Namun, hari itu ia sudah kelelahan dan ingin segera beristirahat. Allan pun memutuskan untuk melewati jalan yang jaraknya lebih dekat untuk mencapai kostnya walau artinya ia harus ‘bertamu’ ke batu-batu nisan di lahan kuburan itu.
Ya, kamar kost yang disewa Allan memang murah meriah. Jika dibandingkan dengan kamar kostan yang terletak di dekat kampus Universitas Padjadjaran yang bisa mencapai 3juta dengan fasilitas yang sama, kamar itu dapat disewa dengan harga Rp 2juta pertahunnya.
Namun, harga murah itu ternyata juga disertai dengan bonus lain yakni pemandangan dari lahan kuburan yang terletak tepat di sisi bangunan kostan.Alhasil, setiap kali ingin pergi dan kembali ke kamar kostnya, Allan mau tak mau harus melewati lahan kuburan itu. Sebenarnya ada jalan lain yang dapat membawanya ke kamar kostnya itu tanpa melewati lahan kuburan tapi jalan itu jaraknya lebih panjang dan memutar.
Allan berjalan menyusuri Gang Sukawening. Tak mau ambil resiko melihat suatu hal yang tak diinginkan, ia memilih fokus pada jalan yang terdapat di depan mata, tanpa menoleh kanan ataupun kiri. Tanpa disadari pikirannya kembali melayang pada peristiwa mistik yang terjadi padanya pada awal masa kuliah.
Malam itu ia sedang tidur. Tengah malam ia terbangun karena terganggu dengan suara tangisan. Ketika ia melirik, jam menunjukkan pukul dua. Allan kembali mendengarkan. ‘Bayi siapakah gerangan yang menangis tiada henti ini?’ pikirnya. Setelah ditunggu selama 15 menit, tangisan itu tak hurung berhenti. Allan mulai bergidik, tangisan itu masih juga terdengar. ‘Ah,nggak mungkin kuntilanak,’ katanya dalam hati, meyakinkan dirinya sendiri. Allan memutuskan untuk menutup telinganya dengan bantal dan kembali tidur.
Bulu kuduk Allan meremang mengingat peristiwa itu. Ia memutuskan untuk mempercepat langkahnya. Pikirannya kembali melayang pada kenangan mistik yang lain. Malam itu ketika ia tidur, tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang membebani dadanya. Ia mencoba menggerakkan badannya, tidak bisa. Seluruh badannya terkunci, Allan mencoba membuka matanya. Gagal, matanya juga terasa berat. Ia merasa sesak.
Ketika ia mencoba melepaskan diri, sekoyong-koyong ia merasakan kecupan di sekitar lehernya. Terdengar suara ‘cup,cup,cup.’ Allan merasakan ada sesuatu mengecupnya berulangkali- dari leher turun ke dadanya.- Ia mengucap doa dalam hati-bibirnya pun kaku-. Sesaat kemudian barulah ia dapat menggerakkan badannya normal kembali. ‘Apakah hal ini yang disebut orang sebagai tindiheun?,’ Allan berusaha berpikir. ‘Lalu, bagaimana dengan kecupan tadi?’ Allan berusaha cuek dan kembali tidur.
Selesai mengingat peristiwa “kecupan” Allan mejadi teringat akan peristiwa yang baru dialami beberapa hari yang lalu. Saat itu malam belum terlalu larut, sekitar jam 9. Seluruh penghuni lantai atas sedang pergi, hanya Allan sendiri di lantai itu. Tidak mempunyai tugas yang harus ia kerjakan, Allan bermain game yang terdapat di laptopnya. Ia sengaja membuka pintu kamarnya sedikit untuk pertukaran udara. Saat sedang asyik memandangi laptopnya, ia merasa ada yang mengintipnya dari balik pintu. Ketika ia menoleh untuk mengecek siapa yang mengintipnya, ternyata tidak ada siapapun.
Momen peek-a-boo ini berlangsung beberapakali, Allan berusaha tidak mengubris siapapun atau apapun yang mengganggunya bermain. Tiba-tiba terdengar suara keras,”KLONTAAANG!” ,sebuah barang terbuat dari besi terjatuh.
Kesabaran Allan mencapai batasnya. Ia pun berteriak nyaring,”WWOOIIII!!!!” Sesaat setelah teriakan itu, Allan melihat sosok berwarna putih terbang melesat menuju genteng rumah sebelah. Allan tidak tahu apakah sosok putih itu, ia tidak mau tahu. Yang ia lakukan hanya menutup pintu dan menganggap bahwa ia tak melihat apapun.
Allan berusaha mengusir kenangan mistisnya selama di Jatinangor, ia tidak mau menakuti dirinya sendiri sebelum ia melewati kompleks kuburan itu Allan masih memfokuskan matanya.Tiba-tiba ia melihat beberapa meter di depannya sosok bapak-bapak. Berharap bahwa kali ini ia tidak harus sendiri melewati kompleks perguruan, Allan berlari, berusaha mengejar bapak itu.
Sebuah belokan, Allan yakin dapat mengejar si bapak setelah belokan itu.Namun, begitu ia mencapai belokan, terkejutlah ia. Sosok si bapak tadi sudah tak terlihat. Entah ia telah memasuki sebuah rumah atau entah ia memang sedari awal tidak pernah ada. Allan terkesiap, ia menengok ke kanan dan kiri sejenak, mencari sosok yang ia harapkan dapat mengurangi rasa takutnya melewati lagan kuburan.
Nihil, suasana masih tetap hening dan tak tampak tanda apapun. Ia yakin bahwa jarak waktu saat ia kehilangan sosok si bapak di bekolan dan waktu ia mencapai belokan tidaklah terlalu lama. Bulu kuduk Allan kembali meremang.
Setelah semua pengalaman mistik yang dialaminya, ia berusaha meyakinnkan diri bahwa apa yang dilihatnya tadi adalah sosok manusia yang sekarang sudah nyaman bernaung di sebuah rumah. Sambil mengeset pikirannya ke arah logis-pada kondisinya saat itu, hal ini sulit dilakukan, Allan memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya menuju kamar kostnya.

***
Jatinangor, sebuah kecamatan yang berubah menjadi sebuah ‘kota’ pendidikan. Empat buha perguruan tinggi bercokol di sini, Ikopin, Universitas Winaya Mukti, Universitas Padjadjaran, dan yang fenomenal, IPDN. Para mahasiswa yang telah cukup lama menetap di Jatinangor sudah tak asing lagi dengan kisah mistik seperti yang dialami Allan, mahasiswa Jurusan Mankom, Universitas Padjadjaran. Walau belum tentu semua orang ‘beruntung’ mengalami hal seperti yang dialami Allan, setidaknya mereka pasti sudah pernah mendengar salah satu kisah mistik yang terjadi di Jatinangor.
Pada awalnya Jatinangor adalah sebuah kecamatan yang sepi. Begitu empat universitas hadir, pembangunan demi pembangunan pun dilakukan. Di tengah kemajuan pembangunan, kisah-kisah mistik tentang Jatinangor tidak lenyap begitu saja. Fenomena yang terjadi adalah kisah mistik ini malah menyertai setiap pembangunan yang ada.

Label:

Cara Lain Menikmati Jatinangor Saat Malam Tiba

03.50 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Oleh : Yurike Puspita Arini

Jatinangor adalah sebuah desa yang berubah menjadi kota kecil di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Banyak hal menarik yang terdapat di kota ini. Bagaikan sebuah magnet, Jatinangor menjadi pusat peradaban yang begitu cepat berkembang. Ia dapat menarik banyak orang untuk menikmati segala hal yang tersaji di dalamnya.
Jatinangor tak hanya menyajikan berbagai institusi pendidikan, ia pun menawarkan sisi lain yang dimilikinya sehingga setiap orang bisa menikmatinya. Jatinangor adalah kota sibuk pada siang hari. Hiruk pikuk berbagai kegiatan terjadi setiap harinya mulai dari pagi hingga malam hari.
Kemacetan lalu lintas, asap dan debu yang tebal menjadi bagian dalam diri Jatinangor. Itulah khasnya. Hal tersebut biasa terjadi pada siang hari. Saat malam menjemput pun, Jatinangor tetaplah menjadi kota sibuk dengan berbagai kegiatan orang-orang di dalamnya.
Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Sekitar pukul 22.00, Jatinangor telah menjadi kota tenang. Sepi dan sedikit. Jalanan begitu lengang, hanya beberapa kendaraan saja yang melintasi jalanan di Jatinangor. Tidak sepadat seperti pada siang hari. Cahaya lampu dan bulanlah yang menerangi kota ini. Begitu nikmat menikmatii keadaan Jatinangor pada malam hari.
Dingin kian menusuk kulit dan tulang saat saya menulusuri Jatinangor di malam hari. Sudah banyak toko-toko dan warung-warung makan yang tutup. Volume kendaraan pun menjadi lebih sedikit. Begitu tenang dan lengang. Itulah gambaran Jatinangor di malam hari, saat jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Saya pun begitu menikmatinya.
Saat semua orang terlelap dan tersihir oleh kenikmatan di malam hari untuk tidur. Ada sebagian orang yang masih ingin menikmati Jatinangor kala malam. Tak cukup bagi mereka menikmati kota ini hanya sampai siang ataupun sore, malam hari pun menjadi waktu yang mereka pilih untuk menikmati Jatinangor.
Masih ada beberapa tempat yang menawarkan kenikmatan lain yang dapat diperoleh oleh setiap orang yang ingin menikmatinya. Tempat-tempat ini menawarkan sesuatu yang memuaskan bagi mereka yang senang, suka, dan ingin menikmati serta menghabiskan malamnya. Mereka biasa melakukannya untuk menghilangkan penat dan jenuh yang diperolehnya saat siang hari.
Salah satu tempat yang masih bisa dinikmati pada malam hari di Jatinangor adalah tempat bermain game online. Tempat tersebut merupakan tempat yang menjadi salah satu favorit bagi mereka yang suka mengahabiskan harinya hingga larut malam. Batara Gamers Community (GGC) merupakan salah satu tempat yang menyediakan fasilitas tersebut. Dengan layanan 24 jam serta akses internet yang cepat menjadikan BGC sebagai salah satu tempat favorit untuk bermain game online. Harga murah pun ditawarkan layanan game online ini, dengan tarif Rp 2000/ jam.
“Gw suka maen di sini karena jumlah komputernya lumayan banyak dan akses di sini juga cepet, nggak lemot”, ungkap Noli salah satu penikmat game online.
Selain itu, ia pun menambahkan bahwa hal ini biasa dilakukannya untuk menghilangkan penat dan kejenuhan yang menghinggapinya setelah banyak melakukan aktivitas kuliah dan bekerja. Baginya, bermain game online merupakan salah satu jurus jitu menghilangkan semua itu.
Gambaran yang terjadi di sana adalah ruangan tersebut dipenuhi para pria dan asap rokok. Ruangan tersebut begitu pengap bagi saya karena pertukaran udaranya tidak begitu lancar. Keluar masuknya udara hanya melalui pintu masuk dan keluar tempat game online tersebut. Sekalipun di sana terpasang dua kipas angin, namun kipas angin tersebut tidak dihidupkan.
Komputer sebanyak 37 unit laku terpakai malam itu. Suara teriakan dan tawa terbahak-bahak membahana di ruangan tersebut. Setiap orang yang ada dalam ruangan begitu menikmati permainan yang sedang dimainkannya. Dota, Counter Strike, serta Rf merupakan jenis-jenis permainan yang biasa dimainkan para penikmat game online. Di samping itu masih banyak lagi game online yang bisa dimainkan mereka.
Untuk orang yang begitu mencintai permainan game online, waktu bukanlah kendala bagi mereka. Kapan pun dan bagaimana pun keadaannya jika mereka sedang ingin bermain, mereka pun harus bermain untuk memuaskan hasrat tersebut. Hal ini memang biasa terjadi pada mereka yang benar-benar mencintai kesukaannya.
Tak mengenal waktu. Itulah gambaran yang kerap terjadi pada para pecinta game online ini. Noli mengaku pernah menghabiskan waktunya selama 24 jam untuk bermain game online. Uang banyak terkuras merupakan fakta lain yang dialami para penikmat game online ini. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bago mereka. Selama mereka senang dan merasa terpuaskan dengan apa yang dilakukannya adalah hal yang lebih penting dari sekedar uang. Pantang pulang sebelum puas, itulah jargon yang diutarakan Noli.
BGC hanyalah sebuah tempat yang memfasilitasi orang-orang yang begitu menyukai permainan game online. Selama tujuh tahun berdiri, BGC selalu memberikan yang terbaik bagi para konsumennya. Sebelum menjadi tempat permainan game online, BGC merupakan tempat permainan game biasa, ia hanya menyediakan banyak permainan di setiap komputer.
Sekalipun selalu ingin memberika yang terbaik untuk konsumennya. Tak ayal peristiwa yang kurang mengenakkan pun menimpa BGC. Salah satu konsumen BGC kehilangan motornya saat tengan menikmati permainan di sana. Aspek keamanan pun menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh penjaga BGC dan konsumennya. Heru, penjaga BGC malam hari, menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam hari.
Heru menambahkan bahwa BGC sudah cukup memberikan peringatan, berupa tulisan, kepada para konsumennya yang membawa kendaraan pribadi untuk selalu mengunci kendaraannya dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hal itu merupakan salah satu bentuk kepedulian pihak BGC akan keamanan dan keselamatan bagi barang-barang yang dimiliki konsumen. Apa yang telah terjadi di BGC tidak membawa dampak negatif bagi BGC sendiri, seperti tidak menurunnya jumlah pengunjung.
Selain itu, BGC pun memiliki aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh para konsumennya. Salah satu peraturannya adalah setiap orang yang bermain game online tidak boleh lebih dari 24 jam dan ia tidak boleh sering-sering bermain game di sana, minimall setelah 3 hari ia baru boleh bermain lagi.
Terdapat suka dan duka yang Heru rasakan saat berjaga di malam hari. Sukanya adalah ia pun bisa ikut bermain game online secara gratis. Dukanya adalah waktu tidurnya terganggu dan besarnya tanggung jawab yang diembannya. Tetapi semua itu tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap emncintai pekerjaannya itu.
Sebagai warga Jatinangor, Heru mengaku begitu menikmati keadaan Jatinangor saat malam hari. “Saya suka kalau Jatinangor udah malam apalagi kalau udah tenagh malam kayak gini ya. Saya paling suka dan saya menikmatinya.” Jelas Heru.
Menurutnya, pada malam harilah ia bisa menikmati ketenangan Jatinangor. Segala penat dan kejenuhan pun bisa hilang ketika ia melihat kedamaian yang diberikan Jatinangor saat malam tiba. Bagi Heru, inilah cara dia untuk menikmati Jatinangor saat malam mulaii merengkuh kota ini.
Memang, ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan setiap orang untuk menikmati malam hari. Ada yang memilih untuk beristirahat, namun ada pula yang memilih untuk menghabiskan malamya untuk bermain game online. Atau menjadi pekerja di malam hari. Semua hal itu tidaklah salah. Seluruhnya kembali kepada setiap diri manusia. Setiap orang di kota ini memiliki cara lain untuk menikmati Jatinangor saat malam tiba.

Label: , , ,

MALAM HARINYA PARA SECURITY

03.43 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari / komentar (0)

Oleh : Sofia Mariana N

Bagi sebagian besar masyarakat, malam adalah waktu yang pas untuk beristirahat setelah siang harinya disibukkan oleh beragam aktivitas. Namun, tak jarang sebagian masyarakat justru terjaga di malam hari melakukan pekerjaannya kala sebagian lainnya tidur. Seperti yang terjadi di Jatinangor, kawasan dimana Universitas Padjadjaran berdiri. Kecamatan kecil di daerah Sumedang ini juga memiliki cerita tersendiri tentang orang-orang yang terjaga di malam hari melakukan pekerjaannya, terutama pekerjaan pelayanan masyarakat dalam menjaga keamanan.
Detik jam semakin mendekati angka duabelas malam dan jalan raya terlihat amat lenggang. Kelenggangan itu membuat kendaraan-kendaraan berbadan besar melaju dengan cepat di jalan raya Jatinangor menimbulkan bising mesin-mesin kendaraan. Jalan raya Jatinangor memang jalan akses antar kota yang sering dilewati truk-truk dan bus-bus besar. Suasana sepi manusia amat terasa, bahkan di daerah Pangdam yang menjadi salah satu titik teramai pada siang hari di Jatinangor. Salah satu profesi yang menuntut ketahanan fisik melawan kantuk di malam hari adalah petugas security Unpad yang berjaga malam hari. Demi menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan Unpad, mereka rela bekerja tanpa tidur setiap hari selama duabelas jam.
Menikmati malam di Jatinangor adalah cara mereka menikmati pekerjaan yang dijalani. Lengkap dengan seragam dan senjata yang ada dalam otoritas mereka masing-masing telah siaga mendampingi mereka bekerja. Walaupun malam semakin kelam dan meninabobokan sebagian masyarakat, mereka tetap terjaga dan siaga di posnya masing-masing. Seperti yang diungkapkan Rudi (32) dan Iwan (21) yang saat ditemui sedang bertugas malam hari. Melakukan pekerjaan yang tidak biasa diakui lebih banyak pengalaman duka daripada sukanya.
Selama seminggu penuh mereka mendapat giliran menjaga keamanan pada malam hari. Menjalani malam hari di Jatinangor tanpa tidur buat mereka berdua adalah sebuah rutinitas, karena tuntutan pekerjaan. Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, para petugas security yang berjaga di delapan pos yang tersedia melakukan patroli keliling setiap satu jam sekali.
Selama ini bekerja pada malam hari membuat mereka akrab dengan suasananya yang sepi dan cukup mencekam. Ada beberapa pengalaman unik yang pernah mereka temui, Rudi mengaku pernah melihat sesuatu yang mistis saat melakukan patroli. Selain itu juga menemukan berbagai penyimpangan perilaku masyarakat yang asyik masyuk berpacaran di tempat umum sehingga perlu untuk ditertibkan.
Berdasarkan pengalaman mereka selama ini, para security tersebut memang bukan hanya melawan tindak kriminal, tetapi juga hal lainnya yang termasuk menyimpang. Cukup banyak pasangan-pasangan yang menjalin kasih memanfaatkan sepinya malam hari di lingkungan kampus Unpad untuk menikmati malam bersama. Aktivitas terlarang tersebutlah yang biasanya “di atasi” oleh petugas security.
Sejak pertengahan tahun 2008 lalu, penjagaan keamanan di Unpad memang telah mengalami kemajuan, yakni diadakannya pembaruan sistem keamanan. Seluruh petugas security yang lama telah diganti dengan pasukan yang baru dan dianggap lebih mumpuni. Penjagaan yang tadinya kendor manjadi diperketat, misalnya saja dulu siapa saja bebas keluar masuk ke dalam lingkungan kampus karena memang tidak ada yang berjaga di gerbang Unpad manapun. Kini, setiap pintu akses masuk atau keluar Unpad telah dijaga petugas security yang dibagi ke dalam delapan pos penjagaan yang tersebar di segala penjuru Unpad.
Jika dulu banyak ditemukan kegiatan-kegiatan sembarangan yang dilakukan oknum-oknum tertentu, kini tidak ada lagi karena telah mendapat teguran keras dari para petugas.
“Kalau di lingkungan dalam kampus biasanya ketemu orang-orang mabuk dan pasangan-pasangan yang lagi asyik pacaran. Nah, biasanya yang seperti itu langsung kita periksa dan usir ke luar lingkungan kampus”, cerita Rudi.
Dengan fasilitas yang minim, seperti kondisi pos yang kecil dan hanya tersedia bangku, Rudi juga mengakui kerap mengalami kejenuhan. Ditambah lagi dengan dinginnya malam dan suasana sepi terkadang membuatnya terserang kantuk yang berat. Kondisi seperti ini biasanya ia gunakan untuk patroli agar kantuknya hilang sekaligus melemaskan kaki.
Berbeda dengan Rudi dan Iwan yang berjaga di gerbang Unpad baru, Darya (42) yang juga seorang petugas security mendapat sedikit kenikamatan untuk mengusir rasa jenuh berjaga. Ia yang seorang petugas security Bank BNI dan posnya berdekatan dengan Rudi dan Iwan mendapatkan fasilitas lebih, yakni sebuah televisi yang tersedia di posnya sehingga dapat menjadi temannya menghabiskan malam menjaga kemanan. Pria asal Rancaekek tersebut sudah menjalani profesinya selama lima tahun. Selama itu pun ia mengaku tidak pernah mengalami hal-hal buruk yang berarti. Kegiatan yang dilakukannya di malam hari selain menonton televisi adalah mengisi TTS (Teka-Teki Silang). Menurutnya, kondisi malam hari di Jatinangor, khususnya di tempat ia bekerja kondisinya masih kondusif dan berjalan normal. Pengalaman selama bertugasnya pun tak jauh berbeda dengan Rudi dan Iwan. Toh, tempatnya berjaga adalah teritori penjagaan Rudi dan Iwan juga.
“Kalau dia mah lebih enak karena kan walaupun dia tidur, masih ada kami yang menjaga di pintu gerbang, sedangkan dia kan hanya bekerja di dalam”, tutur Rudi saat ditanya kerjasama antara petugas security Unpad dan Bank BNI. Sedangkan, fasilitas seperti itu bagi petugas security Unpad hanya ada di pusat pos penjagaan. Di pos-pos lainnya hanya ada bangku dan alat komunikasi handy talky.
Walaupun ada perasaan sedikit iri, Rudi dan Iwan tetap berusaha menjalankan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Masalah keamanan adalah kepentingan bersama sehingga mereka bertanggung jawab penuh dengan apa pun yang terjadi di lingkungan Unpad. Dengan berkoordinasi dengan polres setempat, mereka juga ikut menjaga keamanan di sekitar gerbang Unpad.
Aktivitas menjaga keamanan di malam hari memang mengandung risiko yang berat, tetapi di saat tak ada peristiwa atau kasus yang berarti, pekerjaan seperti Rudi, Iwan atau Darya memang sangat membosankan. Bahkan, pekerjaan ini sering kehilangan tantangannya. Banyak juga orang yang memandang sebelah mata terhadap pekerjaan ini. Rudi, Iwan, dan Darya pun mengakui bahwa menjadi security sering dianggap pekerjaan rendahan. Namun, mereka beranggapan bahwa pekerjaan apa pun asal itu halal dan dapat memberikan penghasilan untuk bertahan hidup, maka mereka akan terus melakukan pekerjaannya tersebut.
Suasana malam hari di Jatinangor memang terbilang dalam kondisi yang kondusif, seperti diungkapkan salah satu warga masyarakat yang kebetulan berprofesi sebagai tukang ojek dan sering mangkal di daerah Pangdam, Ade (44). Menurutnya, Jatinangor aman-aman saja pada malam hari dan tidak jauh berbeda dengan tempat lainnya. Hanya saja, karena letaknya yang terpencil dan merupakan kota kecamatan, maka Jatinangor lebih cepat sepi dibanding kota yang lebih besar. Pertokoan yang ada di Jatinangor tutup lebih awal, yakni sekitar pukul sembilan malam. Karena sudah banyak yang tutup, maka jalan raya pun lebih cepat sepi. Hanya ada beberapa tempat yang masih ramai dikunjungi mahasiswa, seperti warnet dan warung makan. Selebihnya, malam hari akan berlalu seperti biasa dan para pekerja yang bekerja di malam hari dapat merasakan istirahat di pagi hari.

Label: , ,