Malam-malam di Balik Asrama

03.01 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Oleh: R. Andika A. Surasetja

Jatinangor dikenal sebagai suatu kawasan pendidikan. Empat universitas berdiri di wilayah Kabupaten Sumedang ini. Setiap Universitas tentunya bersaing dengan berlomba-lomba mengedepankan kualitas pendidikannya termasuk hingga fasilitas penunjang pendidikan yang memengaruhi hasil proses pembelajaran setiap mahasiswa.

Kawasan Jatinangor bagaimana pun juga tetap tergolong sebagai kawasan pinggir kota atau sub-urban, daerah yang seringkali dianggap menjadi kawasan kelas dua yang membosankan dan kurang menarik. Beberapa mahasiswa yang bertujuan untuk memeroleh konsentrasi belajar yang tinggi umumnya memutuskan untuk tinggal di kawasan ini, namun sebagian lagi memandang bahwa tinggal dan hidup di jatinangor adalah menyeburkan diri ke dalam lubang perangkap yang membosankan.

Setidaknya dua hal tadi – tinggal atau tidak tinggal – merupakan pilihan yang dapat dengan bebas dijatuhkan dengan pertimbangan tertentu. Namun, tidak semua mahasiswa bisa memilih. Siapakah yang tidak bisa memilih? Jangan bahas IPDN yang jelas-jelas memang tidak menawarkan pilihan – pilihan hidup pun tak jelas di IPDN – kita lebih baik membahas jurusan dari institusi lain yang memiliki sistem yang berbeda dengan yang lain.

Adalah Fakultas Kedokteran Umum Universitas Padjadjaran yang memiliki peraturan berbeda. Terhitung sejak tahun ajaran 2008-2009, Fakultas Kedokteran Umum mewajibkan seluruh mahasiswa tahun pertama yang menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran untuk tinggal di Asrama yang telah di tentukan.

Asrama bagi para calon dokter itu tidak lain dan tidak bukan adalah Bale Padjadjaran. Suatu komplek asrama yang bangunannya cukup megah dengan tampilan yang masih segar karena memang baru didirikan sekitar dua tahun silam.
Bale Pajdadjaran berdiri di tengah kampus Unpad Jatinangor. Terletak di hadapan kampus Fakultas Ilmu Sosial Politik Unpad, asrama ini dapat dijangkau para mahasiswa Fakulas Kedokteran dengan berjalan kaki dari kampusnya kurang lebih selama sepuluh menit.

Terdapat empat bangunan asrama dengan titel Bale Padjadjaran I hingga Bale Padjadjaran IV. Setiap asrama rupanya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut Euis, salah seorang pengurus Bale Padjadjaran, keempat asrama tersebut dibedakan berdasar program studi yang sedang diampuh mahasiswa.

Bale Padjadjaran I diperuntukan bagi mahasiswa internasional yang mengambil Twinning Program – suatu program studi yang menawarkan kuliah di dua negara. Untuk memeroleh gelar sarjana kedokteran maka mahasiswa dapat menempuh pendidikan selama delapan semester di Jatinangor namun setelah itu pada saat diharuskan menjalani masa koass maka para mahasiswa dapat menjalaninnya di perguruan tinggi dan rumah sakit mitra Unpad di luar negeri.

Sementara itu Bale Padjadjaran II hingga IV merupakan asrama bagi para mahasiswa yang mengampuh program KPBI dimana seluruh rangkaian program pendidikan kedokteran dari menjadi sarjana hingga perolehan gelar dokter dilakukan di Indonesia.

Bale Padjadaran II dan III merupakan asrama yang dikhususkan bagi para wanita, sementara itu Bale Padjadjaran IV merupakan asrama bagi para mahasiswa pria. Setiap bangunan terdiri atas tiga tingkat lantai, dan di setiap lantainya terdapat 16 kamar, artinya setiap bangunan asrama memiliki 48 kamar yang dihuni oleh dua orang mahasiswa dan empat orang mahasiswa, tergantung dari ukuran ruangannya.

Bagaimanakah rasanya hidup di asrama? Untuk mengetahui suasana di asrama Bale Padjadjaran, penulis telah melakukan penelusuran terhadap para penghuni komplek asrama tersebut. Ratih Puspita, salah seorang mahasiswa asal Jakarta yang tengah menempuh pendidikan kedokteran semester dua menyatakan bahwa perlu waktu yang cukup lama untuk membiasakan diri hidup di dalam asrama dengan penguni yang jumlahnya berpuluh-puluh dalam satu atap yang sama.

Di bulan pertamanya tinggal di asrama Ratih mengalami “cobaan” akibat teman satu kamarnya yang orang Malaysia memiliki bau badan yang cukup mengganggu indra penciuman. Jangankan belajar, untuk beristirahat pun Ratih sangat terganggu. Untuk itu ia kemudian melaporkan kasus tersebut pada Euis yang menjadi penjaga atau “landlady” dari Bale Padjadjaran II tempat Ratih tinggal. Akhirnya pada bulan berikutnya Ratih pun dipindahkamarkan menjadi satu ruangan dengan partnernya – yang bau badannya tidak mengganggu – Ayu Iswandari.

Apa sajakah yang dilakukan dua gadis – yang sama-sama asal ibu kota Jakarta – untuk menghabiskan malam panjangnya di Jatinangor? “Ah, hidup disini sepi-sepi aja. Gak tau mau ngapain. Setiap malam itu ya kita diem aja di kamar. Ga pernah ngapa-ngapain.” ujar Ayu. “Eh, tapi belajar juga ngga selalu, kadang di kamar ya cari kerjaan aja, ini itu ya utak atik apa aja deh.. untungnya disini ada wi-fi jadi kalau udah gak ada kerjaan ya kita surfing aja.” Ratih menambahkan.

Satu hal yang unik, para penghuni asrama Bale Padjadjaran ini umumnya tidak suka menghabiskan malam di depan televisi, padahal di setiap lantainya terdapat dua area untuk menonton televisi secara cuma-cuma yang dapat dinikmati oleh penghuni kamar mana pun. Namun entah mengapa justru dua area hiburan ini amat jarang disentuh oleh para mahasiswa ujar Euis. Ratih menyatakan bahwa entah mengapa rasanya menjadi sangat malas untuk menonton televisi, mereka lebih senang jika menghabiskan waktu di kamar dengan kegiatan berinternet ria. Ayu juga berkisah mengenai caranya menghibur diri di malam hari, “Kalau mau cari hiburan malam kita paling pergi ke Jatos, nonton di bioskopnya, tapi setelah itu kita juga langsung pulang.. tau sendiri lah Jatinangor jam 9 malem itu kan udah sepi banget..

"tau sendiri lah Jatinangor jam 9 malem itu kan udah sepi banget.."


Hidup di asrama tentunya hidup dengan peraturan yang sifatnya mengikat. Bagaimana dengan jam malam di asrama Bale Padjadjaran? Jam malam yang ditetapkan untuk hari senin hingga jumat ialah jam 10 malam. Sementara itu untuk akhir pekan mahasiswa diberikan kesempatan untuk berada di luar asrama hingga tengah malam.

Bagaimana jika melanggar jam malam? “Pernah sih waktu itu kita juga pulang telat yak arena main ke Bandung, tapi satpamnya juga disini gak galak sih… paling cuma ditanyain dari mana kita pergi. Mereka juga pengertian ya sama kita,” papar Ratih yang diamini oleh anggukan Ayu.

Agar hidup menjadi lebih mudah, terkadang kita perlu membawa perlengkapan elektronik yang menyederhanakan kerja kita. Untuk menambah perlengkapan dan sarana elektronik pribadi, penghuni asrama Bale Padjadjaran diperkenankan membawa sendiri dengan ketentuan biaya tambahan untuk pembayaran listrik. Jika penghuni ingin memboyong televisi ke kamarnya, maka ia dikenakan beban sebesar Rp 25.000 di setiap bulannya. Jika ingin menambahkan sarana audio system dan juga komputer pribadi untuk mengerjakan tugas di setiap hari, maka penghuni juga wajib membayar masing-masing Rp 25.000 untuk dua perangkat tadi. Jatinangor yang suhu hariannya seringkali membuat “gerah” kadangkala mengakibatkan seseorang memerlukan sebuah kipas angin, untuk itu pengguna kipas angin dikenakan beban Rp 15.000. Sementara itu untuk water dispenser dan lemari es masing-masing dikenakan biaya Rp 40.000 dan Rp 55.000.

Adakah kegiatan yang sering dilakukan oleh para penghuni sehingga merasa lebih nyaman tinggal di asrama ini? “Banyak ya sebetulnya… seru bahkan! Apalagi kalau ada yang ulang tahun, setiap kali ada yang ulang tahun jam 12 malam itu pasti satu gedung asrama mengucapkan selamat…” papar Ayu yang kemudian ditambahkan Ratih, “Bahkan kadang kalau sudah minta izin sama ibu pengawas kita juga sering buat surprise party dan ngundang temen-temen dari asrama tetangga.”

Jadi bagaimana rasanya hidup di asrama? “Lumayan sih ya yu..”, ujar Ratih. “Tapi seenak-enaknya di asrama masih lebih enak bersama keluarga…”, Ayu menyahut dan kemudian diamini oleh Ratih dengan anggukan mantap.

"... seenak-enaknya di asrama masih lebih enak bersama keluarga..."


* penulis adalah salah seorang peserta Pra Orientasi Jurnalistik Fikom Unpad 2009 dengan NPM 21010070031

Label: , ,

0 komentar:

Posting Komentar