Perpindahan Titik Ramai Jatinangor

03.00 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Oleh Anju Christian

Jatinangor memang memegang peranan cukup penting dalam dinamika masyarakat Jawa Barat. Dahulu daerah ini dikembangkan pemerintahan Belanda sebagai perkebunan teh dan karet (1841) yang dikelola Baron van Baud. Hasil dari perkebunan, yang merupakan perkebunan karet terbesar (962 hektar) di Jawa Barat kala itu, dikirim ke daerah pusat (Batavia) untuk kemudian dipasarkan di Eropa. Moda transportasi yang digunakan untuk menyalurkan hasil perkebunan tersebut pada mulanya menggunakan jalur Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) sampai dibangun jalur kereta api (1918) yang mempersingkat waktu perjalanan.
Saat ini Jatinangor lebih dikenal sebagai kawasan pendidikan. Hal ini mulanya dipelopori pada tahun 1980-an oleh Rektor Unpad Hindersyah setelah dia mengunjungi sebuah kawasan pendidikan Tsukuba di Jepang. Berbekal pengamatannya pada sebuah kawasan yang khusus didirikan untuk wilayah pendidikan, dia memiliki harapan bahwa di Indonesia dapat dibangun wilayah serupa, terutama Jawa Barat (Bandung) yang saat itu dirasa sudah mulai padat dan tidak lagi memadai untuk menampung mahasiswa yang jumlahnya tidak sedikit. Impian ini kemudian diajukannya kepada DPRD dan kemudian disetujui Gubernur Jabar. Alhasil, terwujudlah kawasan pendidikan tersebut di Jatinangor.
Setidaknya, kini, sebagian dari impian kawasan pendidikan tersebut telah terwujud. Di wilayah Jatinangor telah berdiri empat perguruan tinggi; Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Winaya Mukti (UNWIM), Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN), dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Tingginya jumlah mahasiswa yang terdaftar dan berkuliah di tiap perguruan tinggi ini menunjukkan tingginya minat kalangan (muda) dari berbagai penjuru Indonesia akan pendidikan yang ditawarkan kawasan pendidikan ini.
Sebagai daerah dengan label "Kawasan Pendidikan", Jatinangor sendiri disesaki oleh kedatangan mahasiswa yang notabene adalah perantau guna menuntut ilmu. Keramaian sendiri didominasi karena keberadaan mahasiswa Universitas Padjajaran yang jumlahnya mencapai empat digit. Titik-titik yang menjadi pusat keramaian pada siang hari biasanya adalah gerbang Universitas Padjajaran di mana terdapat keberadaan pedagang-pedagang makanan. Mahasiswa Universitas Padjajaran yang cenderung mampir baik sebelum maupun sesudah melaksanakan aktivitas perkuliahan di kampus mereka membuat gerbang Universitas Padjajaran menjadi salah satu titik ramai pada siang hari.
Pada malam hari, titik-titik yang menjadi pusat keramaian mulai bergeser dan tersebar dari gerbang Unpad. Gerbang Unpad yang kekurangan penerangan pada malam hari mulai sepi. Posisi gerbang Unpad sebagai titik-titik keramaian di Jatinangor pada siang hari digantikan oleh halaman depat Alfamart pada malam hari Alfamart sendiri sudah mulai disesaki mahasiswa pada sore hari. Keberadaan halaman Alfamart tersebut dijadikan para mahasiswa untuk "nongkrong" dan bercanda-tawa dengan teman-teman mereka. Sekalipun pembeli di Alfamart tidak banyak, jarang sekali ditemukan halaman depannya sepi. Lokasi yang dekat dengan titik-titik keramaian lainnya menjadi alasan bagi mahasiswa untuk menghabiskan waktu malamnya di Alfamart gerbang Unpad.
Keramaian pun mulai merambah ke para pedagang bubur kacang hijau dan makanan-makanan cepat saji. Malam hari memang menjadi berkah bagi para pedagang makanan cepat saji seperti nasi goreng, capcay, sate, soto, dan pecel lele. Pedagang makanan tersebut bersyukur atas datangnya malam yang berarti datangnya pelanggan dan pembeli.
"Malam hari seperti ini menjadi berkah bagi pedagang BKI seperti saya. Mahasiswa cenderung mencari makanan seperti bubur kacang ijo pada malam hari," ucap Usep (38) salah satu pedagang bubur kacang hijau di Jatinangor.
Eksistensi pedagang makanan prasmanan yang telah berkurang jauh dibandingkan siang hari membawa angin segar nagi mereka. Mahasiswa pun cenderung memilih makanan cepat saji dibanding makanan prasmanan yang sudah mulai dingin di warung makan. Udara dingin di Jatinangor membuat mereka sedikit banyak memilih makanan yang masih hangat saat disajikan. Mereka merasa makanan yang masih hangat dapat menetralisir udara dingin yang cenderung datang pada malam hari.
"Makanan seperti pecel lele dan soto masih hangat saat disajikan sehingga menetralisir udara dingin pada malam hari. Lagipula lebih nikmat saja makanan seperti ini untuk dinikmati saat malam hari dibanding warung makan," ujar Rahmat Hidayat (19), salah satu pengunjung kedai pecel lele di Ciseke.
Pada umumnya, pedagang makanan cepat saji cenderung berkelompok dan berdekatan sehingga membentuk keramaian di beberapa titik di Jatinangor. Contohnya adalah pusat makanan yang berada di sisi kanan dari pondok Edelweis. Pedagang sate, nasi goreng, dan soto berkumpul sehingga membentuk keramaian dari kehadirang pengunjung. Hal tersebut juga menjadi alasan bagi mahasiswa untuk memilih tempat tersebut sebagai wahana guna mengobati rasa lapar mereka. Keramaian memang menjadi daya tarik bagi para mahasiswa. Tempat-tempat seperti ini juga digunakan mahasiswa pria untuk menebar pesona kepada mahasiswa wanita.
"Tempat ramai seperti Ciseke Food Court memang menjadi tempat yang tempat untuk mencari para wanita. Tempat-tempat seperti ini menjadi ajang tepat bagi para bujang untuk melepas lajang," ujar Aji (19) yang tidak jarang menghabiskan waktu makan malamnya du pusat pedagang makanan Ciseke sekalipun berdomisili di Bandung.
Namun, beberapa mahasiswa justru mengeluh karena minimnya pedagang makanan prasmanan pada malam hari. Mereka menganggap berkurangnya eksistensi warung makanan prasmanan justru membuat menu pilihan makanan bagi mereka semakin terbatas.
"Malam hari menu makanan itu-itu saja. Nasi goreng deui, nasi goreng deui. Menu makanan malam juga tidak sehat, minim sayuran, ujar Riefky, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.
Makanan seperti nasi goreng, pecel lele, dan sate mungkin kurang sehat guna mengobati rasa lapar mahasiswa pada malam hari. Minimnya menu sayuran pada malam hari sedikit menjadi keluhan bagi mahasiswa. Sekalipun pedagang makanan cepat saji ini menciptakan titik-titik keramaian bagi mahasiswa, mahasiswa sendiri masih memiliki keluhan terhadapnya.

0 komentar:

Posting Komentar