Menyambut Malam Di Jatinangor

00.13 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Oleh: Ershad

Jatinangor, sebuah tempat yang kini telah dinobatkan sebagai area pendidikan. Berbagai tempat menimba ilmu pun terhimpun di sana. Tempat ini sebagian besar pemukimannya dipadati oleh para mahasiswa. Mereka menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi yang ada. Tak heran apabila Jatinangor menjadi semakin ramai. “Ya, kalau dulu sih Jatinangor masih belum maju seperti sekarang. Dulu mah Jatinangor teh cuma daerah pedesaan dan persawahan yang asri. Sejak dibangun universitas-universitas, jadi maju dan ramai, ya kayak sekarang ini”, ujar Amin (38), salah satu penduduk Jatinangor, yang ditemui pada Senin (9/02).
Memang tidak bisa dipungkiri, berdirinya berbagai institusi perguruan tinggi di Jatinangor, seperti Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Universitas Padjadjaran, Institut Koperasi Indonesia, dan Universitas Winayamukti, membuat Jatinangor menjadi area pendidikan yang padat dan ramai. Hal ini pun mengubah infrastruktur wilayah Jatinangor menjadi semakin maju dan berkembang.
Dengan berubahnya Jatinangor menjadi sebuah kota yang cukup besar, ditambah lagi naiknya tingkat kebutuhan masyarakat akan sarana/tempat perbelanjaan yang lengkap, nyaman dan representatif, kemudian tingginya daya beli masyarakat Jatinangor dan trend yang berkembang saat ini menjadi suatu peluang yang mulai dilirik oleh pihak swasta untuk mendulang keuntungan dengan menginvestasikan modalnya untuk pembangunan pusat-pusat keramaian di "Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor".
Misalnya "Jatinangor Town Square", pusat perbelanjaan yang mungkin akan menandingi ramainya Plaza Depok yang berada di Kawasan Pendidikan, Niaga, dan Pemukiman Depok. Jatinangor pada awalnya memang diproyeksikan sebagai Kawasan Pendidikan Tinggi mengingat pertumbuhan kota Bandung yang demikian pesat dan lahan untuk pengembangan sarana pendidikan di Bandung. Hal itu membuat pemerintah memindahkan kawasan pendidikan tinggi di area yang lebih leluasa untuk pengembangan kampus dan Jatinangor yang ternyata dilirik oleh Pemerintah sebagai kawasan itu.
Kalau biasanya masyarakat Jatinangor ini pergi ke Kota Bandung untuk belanja, rekreasi atau hanya sekedar jalan-jalan menghilangkan kepenatan, maka saat ini masyarakat Jatinangor tidak perlu lagi bersusah payah pergi Kota Bandung. Cukup hanya dengan melangkahkan kaki beberapa puluh meter atau hanya sekedar naik angkot, mereka bisa menikmati berbagai fasilitas tempat belanja dan rekreasi yang lengkap dan nyaman.
Bukan hanya keuntungan berupa fasilitas yang didapatkan oleh warga sekitar, namun mereka juga mendapatkan keuntungan secara finansial. Kebanyakan penduduk asli Jatinangor memanfaatkan hal tersebut sebagai ajang pencarian keuntungan. Dengan maraknya para pelajar perguruan tinggi yang menimba ilmu di institusi pendidikan di Jatinangor, mereka dapat melakukan berbagai hal yang menghasilkan keuntungan secara ekonomis.
Tempat kost misalnya, sebagian besar hunian warga Jatinangor yang berada di sekitar universitas, seperti Ciseke, Caringin, dan Sayang, sudah menjadi kawasan kost mahasiswa. Hal itu secara langsung akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi warga secara umum dan berdampak pula pada pertumbuhan dana angaran pendapatan daerah (APBD) Sumedang, khususnya.
Bukan hanya itu, Pesatnya perkembangan internet dan game online di lingkungan mahasiswa, khususnya daerah Jatinangor, saat ini membuat banyak kalangan menjadikan hal tersebut sebagai peluang usaha. Keberadaan internet dan game online seakan menjawab kebutuhan mereka akan media informasi dan hiburan yang menyenangkan. Internet dan game online bahkan telah menjadi bagian penting bagi sebagian kalangan mahasiswa. Maka dari itu, keberadaan layanan Internet dan Game Online Multiplayer diharapkan akan menjadi pilihan mahasiswa dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi dan hiburan.
Semua perubahan ini ternyata ikut memengaruhi pola kehidupan di Jatinangor. Seperti diungkapkan Amin, bahwa pada beberapa puluh tahun yang lalu, aktivitas masyarakat dari waktu-waktu produktif atau waktu beraktivitas itu memiliki range yang rendah. Namun, semakin lama, semakin luas juga range aktivitas kehidupan di Jatinangor ini. Dengan beragamnya fasilitas baru yang disuguhkan, para pedagang yang menjajakan komoditasnya, baik berupa barang ataupun jasa, dapat menyediakan layanan selama 24 jam, range aktivitas dalam wilayah Jatinangor pun bertambah luas.
Kehidupan Jatinangor di malam hari ternyata sudah hampir sama dengan aktivitas kehidupan di kota-kota besar pada waktu yang sama. Aktivitas masih tetap berjalan pada malam hari di Jatinangor. Memang, tidak akan sebanding dengan kepadatan dan keramaian aktivitas para penduduk dan mahasiswa pada waktu-waktu produktif atau dari pagi hingga sore hari. Namun, tingkat aktivitas pada malam hari di Jatinangor tidak bisa dibilang mati. Bahkan, ada sebagian pedagang dan pengusaha layanan jasa, yang baru memulai aktivitasnya pada malam hari. Sebut saja pedagang-pedangang makanan di kaki lima ataupun café-café, mereka biasanya memulai kegiatannya pada sore hingga malam, bahkan pagi hari.
Aktivitas di Jatinangor malam hari, biasanya didominasi oleh pembuka layanan jasa internet atau biasa disebut dengan warnet (warung internet). Melepas penat setelah beraktivitas pada waktu pagi hingga sore hari, kebanyakan mahasiswa menghabiskan sebagian waktu istirahatnya untuk “berselancar di dunia maya”. Hal ini senada dengan keterangan yang diberikan Indra (21), Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Menurutnya, saat-saat potensial penggunaan jasa warnet biasanya dimulai dari sekitar pukul 20.00 WIB sampai dini hari. Ia menambahkan bahwa selama ia menggunakan jasa warung internet, tingkat kepadatan pengunjung yang ia lihat ternyata lebih tinggi pada malam hari dibandingkan dengan siang hari, “ya, yang saya lihat, paling rame itu sekitar jam tujuh sampai sepuluh malam sih, biasanya di jam-jam itu lebih padat daripada siang atau pagi”, ujarnya.
Aktivitas Jatinangor pada malam hari juga terjadi di beberapa pedagang makanan yang biasanya baru melakukan kegiatannya di sore hingga malam hari, ataupun café yang menyediakan layanan 24 jam. Mutiara (19), Mahasiswi Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, mengungkapkan bahwa aktivitas di tempat-tempat seperti itu memang ada, walaupun tidak seproduktif penggunaan jasa layanan internet. “Biasanya saya beli makanan di Cherry’s Corner pas waktu-waktu makan siang dan makan malam. Kalau malam hari, mereka yang datang ke sana biasanya mahasiswa-mahasiswa yang kost. Mereka biasanya cari makan malam di sana. Lumayan rame kok, apalagi dari jam tujuh sampai jam sembilan malam,” paparnya.

0 komentar:

Posting Komentar