Penyedia Makanan di Tengah Malam

05.20 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Oleh Abdalah Gifar

Jam pada saat itu telah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Menjelang pergantian hari tersebut, telepon seluler terus berbunyi. Terus berbunyi hingga berkali-kali. Bila bukan SMS, bentuknya pun berupa telepon langsung. Hingga kapan SMS itu akan terus masuk, atau hingga kapan sebuah kontak harus disapa dengan ramah. Kesemuanya itu hanya didasarkan oleh satu maksud, satu keinginan, atau satu permintaan: memesan makanan.
Jatinangor bukanlah kawasan yang tetap hingar bingar jelang malam. Mulai dari pukul 21.00, kawasan ini mulai menunjukkan kelesuannya. Para warga masyarakat yang sebagian besar adalah pendatang dari kalangan mahasiswa, telah memarkirkan dirinya di rumah atau kamar sewaan masing-masing. Jalan-jalan telah sepi dari lalu lalang manusia. Seirama dengan itu, warung-warung dan tempat-tempat usaha penyambung hidup lainnya pun mengakhiri pencarian nafkahnya untuk hari itu. Tempat-tempat usaha pemenuhan kebutuhan perut dan kebutuhan manusia lainnya sama dengan pencari kebutuhan, membutuhkan istirahat. Masih ada hari esok yang siap dijalani.
Di tengah situasi seperti itu, apakah perut manusia itu dapat mempertimbangkan hal itu untuk meminta diisi? Seseorang dapat lapar kapan pun dengan waktu tak terduga yang mungkin di luar jam sibuk. Bagaimana bila perut lapar tapi penyedia makanannya sudah tidak ada yang buka? Bagaimana bila jalan-jalan di tengah sepi itu jadi aral yang membuat orang tidak ingin keluar kamar tetapi ia tetap memerlukan pasokan makanan?
Sebuah pelayanan berhasil diadopsi dari tren perusahaan makanan besar di kota besar oleh beberapa tempat usaha di kawasan pendidikan ini. Pelayanan itu adalah pelayanan pesan antar. Cukup dengan melayangkan sms atau telepon langsung, kebutuhan dasar manusia ini dapat terpenuhi. Sibukkan saja tempat usaha itu dengan pesanan atau orderan makanan yang pastinya telah diketahui menunya dan para pengantar akan siap mengantarkan makanan itu ke depan kamar atau rumah Anda.
Strategi inilah yang dijalankan sebuah tempat usaha bernama Hipotesa. Sebuah tempat pemenuhan kebutuhan dasar manusia ini terletak di jalan sempit yang populer disebut Ciseke Besar. Bukan pukul 23.00 atau bukan pukul 01.00 dini hari warung ini tutup. Warung ini siap melayani pesanan di tempat atau diantar selama 1x24 jam alias nonstop. Tanpa jeda atau tanpa istirahat.
Saat tempat-tempat makan lain telah urung dari percaturan usaha di malam hari, Hipotesa tetap menjalankan usahanya tanpa kenal lelah. Itu pun tentu saja tanpa menyiksa pegawainya. Dengan pembagian shift yang jelas, pegawai dapat melaksanakan kerja mereka meski di saat pegawai-pegawai di tempat lain menikmati kasur di dinginnnya malam. Menurut pengakuan para pegawai yang bekerja di sana, mereka bekerja selama 15 jam. Dengan pembagian shift, mereka memiliki waktu istirahat di kesempatan lain saat tidak kebagian shift. Tiga orang pegawai yang menjaga pada malam hari itu nampak mampu memenuhi banjiran pesanan yang sebagian besar ingin diantar langsung. Mereka silih berganti mengantarkan makanan pesanan kepada para konsumen dalam radius tak lebih dari 1 km dengan berjalan kaki. "Kemana juga dianterin, tapi seringnya sih gak terlalu jauh juga," ungkap Erwin, 19 tahun, pegawai Hipotesa yang saat itu sedang kebagian shift malam. Mereka pun mengantarkan pesanan itu tanpa menggunakan alat transportasi. "Dulu sih sempat pakai sepeda tapi itu gak tahan lama," lanjut Erwin.
Hal yang menarik juga bahwa ternyata Hipotesa mempekerjakan pemuda yang tak lebih dari 25 tahun. Bukan para wanita yang menyentuh dapur itu melainkan para perjaka yang tak terpikirkan sebelumnya akan menekuni dunia pasak memasak. Entah apa yang ada dipikiran pemiliki tempat usaha ini sehingga mempekerjakan laki-laki dalam menjalankan usahanya ini.
Erwin contohnya, adalah pegawai yang baru hampir dua tahun bekerja di tempat ini. Ia mengaku awalnya cukup kaku untuk memasak, namun dengan pengalaman hal itu menjadi biasa. Erwin ini adalah orang Sumedang, sama dengan pemilik usaha tersebut. Berdasarkan penuturannya, pegawainya ditarik dengan rekomendasi orang yang telah bekerja sebelumnya.
Dengan strategi penjualan seperti layanan delivery itu, tak aneh bila usaha yang dibangun oleh seorang anak daerah dari Sumedang ini dapat terus berkembang. Hingga saat ini, usaha makanan miliknya ini telah memiliki empat cabang yang masih tersebar di kawasan Jatinangor ini. Usaha saingan yang menerapkan konsep serupa tak menjadi hambatan dalam melaksanakan usahanya ini. Hal ini karena setiap usaha yang menerapkan konsep pesan antar ini sudah memiliki daerah basisnya sendiri. Jarang juga mahasiswa dengan sadar memesan makanan ke Hipotesa ini padahal tempat ia tinggal berjauhan dengan lokasi usahanya.
Bila menilik menu makanan yang disajikan, sebenarnya bukanlah menu yang khas atau aneh. Menu yang disajikan masih berkutat dengan pengolahan telor dengan bermacam variannya. Selain itu ada sajian mie instan dan minuman dingin atau panas yang siap seduh. Padu padanan nasi berkisar antara jamur, sayur, ayam suir, kornet, keju, dan makanan cepat saji lainnya seperti sarden kaleng. Walau dengan menu yang itu-itu saja, usaha ini masih tetap bisa berjalan dengan tanpa mengalami kekurangan pelanggan.
Menu yang cukup terdengar aneh adalah meu omlet dan telur diamond. Omlet adalah sajian telur dadar yang telah dicampur dengan mie rebus instan lalu digoreng, sedangkan telur diamond adalah telur dadar yang telah dicampur dengan tahu dan digoreng pula. Mengenai harga dari menu-menu yang tersaji di sini, berdasarkan pengamatan di lapangan, masih dalam jangkauan mahasiswa atau dengan kata lain masuk taraf harga mahasiswa. Namun, sebenarnya bila dihitung-hitung bila memasak menu serupa sendiri di rumah, mungkin harga itu akan ketahuan cukup berlebih juga. Untuk satu porsi omlet misalnya, harganya adalah Rp4000 tanpa nasi dan bila dengan nasi menjadi Rp6000. Padahal, mungkin bila memasak sendiri, modal yang dikeluarkan tidak sebesar itu. Walaupun demikian, harga tersebut telah sesuai pasar di Jatinangor.
Diungkapkan Erwin pula, pendapatan yang diraih dalam satu malam dapat mencapai lebih dari satu juta. Total pesanan pun dapat lebih dari lima puluh pesanan dalam semalam saja. Tapi diakui bahwa pesanan masih lebih banyak di siang hari dibandingkan saat malam hari.
Para pelanggan mengakui bahwa sebenarnya menu-menu yang disajikan adalah menu-menu yang biasa yang mungkin sebenarnya dapat dibuat sendiri di rumah. Namun, karena malam itu sepi dan kebanyakan tempat makan telah undur diri, Hipotesa menjadi pilihan. Yang datang langsung ke tempat dan langsung makan di sana pun terkadang bergerombol. Menu tak menjadi sesuatu yang terlalu diperhatikan. Jauh bila bicara soal kesehatan. "Pokoknya kalau lapar, tinggal sms aja," terang Doni, salah satu pelanggan tempat ini.
Walaupun demikian, tempat makan ini adalah tempat makan favorit di tengah sunyi malam di Jatinangor. Meski malam, kebutuhan dasar manusia bukan berarti padam. Menu tak jadi soal, yang penting perut kenyang.

Label:

0 komentar:

Posting Komentar