Para Penjaga Malam

23.30 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

oleh : Rivki Maulana P

Kepulan asap rokok masih tampak pekat di sekitar tempat dia duduk. Bangku kayu yang menjadi sandaran itu kini sudah penuh dengan tambalan dari papan bekas. Malam itu, Endin (43), seperti malam dua hari yang lalu, nongkrong di posnya, asrama POMA Unpad, Jatinangor. Selama bertugas, Endin hanya dipersenjatai dengan senter.
Semilir angin yang cukup menusuk tulang perlahan mulai mengusir asap rokok yang mengepul. Namun Endin tak hentinya mengepulkan asap rokok sampai batang rokok tersebut tandas.
Bagi Endin, profesi sebagai satuan pengamanan, adalah sebuah pilihan di antara berbagai kekosongan pilihan. Pekerjaan ini bagi Endin menjadi semacam pilihan terakhir jika ingin melanjutkan hidup. Jadilah Endin penjaga saat sebagian orang terjaga.
Pekerjaan Endin terbilang lumayan berat. Ia harus bisa mengamankan dua gedung asrama, putra dan putri. Luas area yang harus Endin amankan dari potensi pencurian sekitar setengah luas lapangan bola. Kondisi itu harus ditambah dengan pencahayaan yang minim. tugas pengamanan itu gedung asrama itu, Endin lakukan sendiri selama 24 jam.
Endin menuturkan, ada tiga pegawai satuan pengaman di lingkungan Asrama Poma Unpad. Seharusnya tugas pengamanan gedung asrama Poma dilakukan dengan mekanisme shift. Namun, bersama kedua orang rekannya, Endin membuat mekanisme sendiri.
Endin dan kedua rekannya membagi rata masa kerja bulanan mereka. Setiap anggota satuan pengamanan mendapat jatah kerja sepuluh hari dalam sebulan. Tapi, dalam satu hari kerja, mereka berkerja seharian penuh alias 24 jam dalam sehari. Hal ini dilakukan untuk mencari waktu luang lebih banyak. Tujuannya, mencari penghasilan tambahan. Sebagai petugas satuan keamanan, Endin hanya mendapatkan pengahasilan bersih sebesar Rp 400 ribu.
Penghasilan sebesar itu, jelas sulit bagi Endin untuk terus melanjutkan hidup. Menurutnya, uang sebesar itu hanya setengah uang kiriman mahasiswa yang menghuni asrama Poma. Untuk mencari tambahan biaya hidup, Endin kerap kali menarik Ojeg dan itupun belum cukup juga untuk menutupi kebutuhan biaya hidup keluarganya.
Selain gaji yang minim, peralatan yang diberikan oleh Poma sebagai “majikan” Endin pun minim. Tidak seperti halnya satuan pengamanan yang dilengkapi dengan pentungan dan berseragam. Endin tidak berseragam dan hanya bersenjatakan senter.
Tapi tak semua penjaga malam mengalami nasib yang sama dengan Endin. Hanya seratus meter dari pos Endin bertugas, Kiki Abdul Haris, juga nangkring di posnya. Tak seperti Endin yang berbaju preman, Kiki berseragam dan dipersenjatai dengan pentungan. Penampilan pemuda 20 tahun ini pun memang meyakinkan sebagai seorang satpam.
Dari segi penghasilan pun, keduanya memiliki jurang yang cukup lebar. Penghasilan Kiki satu bulan sama dengan penghasilan Endin dua bulan. Tak heran, Kiki tak perlu bekerja penuh 24 jam untuk mencuri waktu luang guna mencari penghasilan tambahan.
Kiki memang beruntung memiliki majikan yang lebih manusiawi ketimbang Endin. Kiki dipekerjakan oleh Yayasan Sentinel, sebuah yayasan yang menjadi penyalur tenaga satuan pengamanan. Sementara Endin dipekerjakan oleh Poma yang notebene wadah persatuan orang tua mahasiswa Universitas Padjadjaran.
Namun, baik Kiki maupun Endin, mempunyai tujuan yang sama dalam bertugas, yakni mengamankan objek atau tempat mereka bertugas. Baik Kiki maupun Endin setiap betugas menjalankan fungsi pengamanan yang mirip. Setiap malam, Kiki harus bersikap awas dan waspada terhadap setiap gerak-gerik yang mencurigakan.
Bagi Kiki, Khusus libur akademik, patroli akan lebih diintensifkan mengingat potensi pencurian semakin besar saat libur akademik. Setiap kendaraan roda empat, akan didata dan ditanya tujuan. Bahkan, para penghuni sekretariat atau para kuncen UKM, juga didata.
Profesi satuan pengaman memang kerap dianggap sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Satpam, kasarnya memang dianggap sebagai pegawai rendahan dan berpenghasilan minim. namun, sesungguhnya, profesi penjaga malam ini sarat resiko. Setiap peristiwa pencurian, korps satuan pengamanan akan menjadi pihak yang disorot karena hak itu berkaitan dengan tanggung jawab dan kinerja korps satuan pengamanan.
Tak jarang, dalam suatu kasus pencurian, satuan pengamanan menjadi pihak yang dicurigai sang majikan ataupun pihak penyidik kepolisian yang menangani kasus pencurian. Dalam kasus pencurian yang sebenarnya sulit dilakukan karena sistem pengamanannya, oknum satuan pengamanan biasanya bisa dituduh bermain dengan aktor pencuri.
Hal itu mungkin bisa disebabkan karena faktor kesejahteraan satuan pengamanan sendiri. Satuan pengamanan pada umumnya, diposisikan sebagai pekerja rendahan dan mendapat upah yang minim. Kondisi upah yang minim itu bisa menjadi pemicu dari timbulnya niat jahat oknum-oknum satuan pengamanan untuk melakukan aksi kriminal. Satuan pengamanan jelas memliki pengetahuan medan yang cukup baik denah lokasi, waktu, dan kebiasaan para pegawai di tempat ia bekerja. Selain itu, yang memiliki akses secara leluasa jelas satuan pengamanan.
Namun di beberapa tempat seperti resort, apartemen, bank, dan perusahaan swasta, citra satuan pengamanan tidak seburuk seperti yang dicitrakan oleh masyrakat pada umumnya. Satpam di Bank misalnya, baik bank swasta maupun BUMN, sosoknya terlihat gagah, tampan, dan yang terpenting ramah. Sosok yang ringan tangan dan murah senyum yang dimiliki satuan pengamanan di bank jelas membuat senang nasabah yang datang. Tak heran, penghasilan mereka lebih tinggi daripada satuan pengaman biasa.
Wawan Setiawan misalnya, petugas satuan pengamanan di Resor Bandung Giri Gahana (BGG), gajinya jauh di atas Kiki. Jika gaji Kiki dua kali gaji Endin, gaji Wawan Empat kali gaji Endin. Penghasilan Wawan terbilang di atas Upah Minimum Regional (UMR ) Kabupaten Sumedang yang besarnya Rp 864 ribu. Gaji Wawan sendiri besarnya 1,6 juta per bulan.
Penghasilan yang besar juga menuntut tanggung jawab dan beban kerja yang lebih besar. Jika Endin hanya menjaga dua gedung asrama, Wawan harus menjaga gerbang masuk Resor BGG dan mencegah setiap potensi pencurian maupun sabotase yang hendak masuk ke Resor BGG.
Baik pagi maupun malam, Wawan tetap menjalankan standar prosedur pengamanan Resor BGG. Menyetop mobil dan meminta keterangan ke setiap kendaraan yang masuk ke BGG sudah menjadi “menu” harian Wawan.
Dengan penghasilan yang terbilang cukup, setidaknya potensi kongkalikong antara oknum satuan pengamanan dan pihak penyusup bisa dieliminasi. Terlebih objek yang dijaga adalah objek vital bagi sektor pariwisata. Selain itu, statusnya yang badan hukum swasta jelas membuat pengamana lebih ketat mengingat watak suci yang tak pernah lekang dari masa ke masa adalah akumulasi modal, untung sebesar-besarnya. Jadi, pihak swasta akan sangat hati-hati menjaga semua aset-asetnya.
Endin, Kiki, dan Wawan adalah segelintir orang yang mengakrabi malam dan mencampakan siang. Mereka lebih sering mencumbui rembulan ketimbang kasmaran dengan mentari. Mereka layaknya kelelawar, malam bekerja dan siang memenjarakan raga.
Profesi satuan pengamanan ini adalah para penjaga malam yang menandakan bahwa hidup masih tetap berlanjut dalam terang bulan. Jika terang bulan terhalang awan pun, hidup masih berdenyut layaknya suara jangkrik yang terus berdenyit dalam kesenyapan malam.
Bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatunya secara berpasangan-pasangan adalah sebuah keniscyayaan. Bahkan mungkin bagi orang yang tidak mengakui eksistensi Tuhan itu senditi. Sepert halnya malam dan siang. Malam adalah sabuah antitesis dari siang. Malam yang kerap diasosiasikan dengan kegelapan, bisa juga menjadi awal dari sebuah kehidupan. Seperti menantang arus dalam lingkaran konvensinal nan konservatif, Endin, Kiki, dan Wawan adalah para penjaga malam yang terus hadir meninabobokan para pengakrab siang yang sedang memenjarakan raganya tatkala malam. Saat malam itulah, kehidupan mereka dimulai.

0 komentar:

Posting Komentar