Jatinangor Ketika Malam

16.34 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Malam kian larut, Arah jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dimalam selarut itu, dimana- mana penjaja makanan malah sedang sibuk- sibuknya menjajakan makanan dimana- mana di daerah Jatinangor. Pandangannya kosong seperti sedang menanti sesuatu, tak lain tak bukan menanti orang yang berbaik hati membeli dagangan makanannya. Pandangannya lurus kedepan, terdiam menunggu orang, memberikan tatapan penuh harap kepada setiap orang yang lewat. Tapi hanya beberapa orang yang lewat pada jam- jam segini. Tapi penjaja makanan tetap menunggu sampai pagi datang.
Seorang penjaja makanan seperti ini sengaja menunggu malam datang untuk menjual makannya. Mereka sengaja memilih pasar malam hari karena disiang hari sudah terlalu banyak penjaja makanan. Dimalam hari selalu ada saja orang- orang yang bergadang tidak tidur dan pasti kelaparan. Orang- orang seperti inilah yang menjadi sasaran para penjaja makanan. Penjaja makanan ini misalnya tukang jagung bakar, tukang nasi goreng, tukang mie, dan lainnya. Penghasilah yang didapat tukang penjaja makanan malam hari ini sangat lumayan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari.
Penjaja makanan seperti ini ada sampai pagi datang. Ini membuat jam tubuh para penjaja makanan ini terbalik. Pada malam hari mereka bekerja, paginya mereka istirahat, karena malamnya harus bekerja lagi. Tubuh mereka tampak sudah terbiasa bekerja seperti itu. Semua ini dilakukan oleh mereka hanya untuk mendapatkan sesuap nasi untuk memenuhi hidup mereka. Memang untuk bisa hidup di Kota apalagi Jatinangor yang sedang berkembang, dibutuhkan usaha yang sangat keras.
Lain lagi dengan Kang asep seorang penjaga kosan. Berasal dari kota Sumedang. Pada awalnya dia hanya membantu orang tua nya diladang. Kehidupannya jauh dari kehidupan perkotaan. Tinggal di pelosok desa. Namun nasib telah membawanya ke Jatinangor yang sekarang sudah seperti perkotaan besar. Sebenarnya Kang Asep mempunyai cita- cita lain dalam hidupnya, namun karena tidak ada peluang lain dalam hidupnya selain sebagai seorang penjaga kosan. Kang Asep merasa pilihannya hanya satu- satunya ini. Peluang menjadi penjaga kosan juga didapatkan karena kebetulan orang tua Kang Asep memiliki hubungan saudara dengan seorang pemilik kosan di Jatinangor. Akhirnya datanglah kesempatan itu. Kalau tidak di Jatinangor mungkin kang Asep masih berada di kampungnya di Sumedang sambil terus tetap bekerja kecil- kecilan membantu orang tuanya.
Jalan Raya Jatinangor yang sudah mulai berdenyut sejak adanya Universitas Padjajaran, kini semakin ramai saja. Tidak hanya disiang hari, di malam hari pun suasana kota masih tetap ramai. Roda perekonomian pun terus melaju kencang. Kebutuhan hidup yang semakin hari semakin mahal, mendesak masyarakat untuk melakukan pekerjaan apa pun untuk mendapatkan uang.
Mulai dari pekerja kantoran, akademisi, pedagang, bahkan pengemis semakin menumpuk saja di daerah ini ini. Salah satunya adalah Kang Asep yang dengan keikhlasan hatinya menjaga kosan.
Kang Asep harus bergadang setiap malamnya untuk menjaga anak- anak yang tinggal dikosan tempat dia bekerja. Kosan yang dijaga oleh kang Asep adalah kosan yang seluruhnya berisi perempuan. Setiap ada teriakan dari anak- anak kosan itu, berarti itu adalah pekerjaan bagi Kang Asep.Musuh kang Asep adalah tentu saja maling dan perampok. Tapi ada juga musuh- musuh kecil seperti ular, dan serangga- serangga kecil yang harus diusir Kang Asep setiap harinya dari kamar anak- anak perempuan itu.Kang Asep sangat disenangi oleh anak- anak kosan tempat dia bekerja karena tingkah lakunya yang penuh sopan santun dan kebaikannya yang setia menolong setiap anak kosan yang kesusahan.
Soal penghasilan Kang Asep tidak mau menyebutkan berapa gaji yang diterima nya karena tidak enak dan takut dengan majikannya sang pemilik kosan. Tapi menurut Kang Asep gaji nya mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari. Apalagi Kang Asep masih bujangan dan belum berkeluarga. Tapi jika sudah berkeluarga tentu saja Kang Asep berharap akan nada gaji tambahan dari majikan atau sang pemilik kosan.
Ada seorang pengemis di Jatinangor yang hanya keluar di malam hari, mungkin karena menurutnya di malam hari lebih banyak yang akan memberikannya karena kasihan malam- malam tidak punya rumah. Tidak jarang penghasilan yang didapatnya sekitar sepuluh ribu dalam satu hari. Terkadang ia juga pernah mendapatkan rezeki sampai seratus ribu. Namun berapa pun hasil yang di dapatnya, ia akan bersyukur. karena semakin modern suatu tempat semakin susah mencari mata pencaharian.
Mengemis menurut sebagian orang berkesan malas. Di daerah Jatinangor ini kita sudah tidak dapat membedakan lagi, mana yang betul mengemis dengan seorang pengangguran yang mencari kesempatan dengan mengemis. Mulai dari anak – anak, dewasa hingga manula berkeliaran sebagai peminta di sepanjang kota ini. Baik yang berbadan sehat, lumpuh, mau pun dengan kekurangan – kekurangan fisik lainnya.
Malam kian larut, tapi sepanjang jalan masih dapat kita temui para penjaja makanan, terlihat dimana- mana di antara keramaian orang ada juga beberapa yang sudah mulai bergerak pulang. Namun tidak demikian dengan para penjaja makanan dan pengemis yang tetap bertahan mencari sesuap nasi dimalam hari.
Semua orang lalu lalang setiap waktu. Namun mereka berjalan begitu saja tanpa menghiraukan pengemis dan penjaja makanan yang berada sekeliling mereka mencari sesuap nasi. Mereka seolah tidak mempunyai rasa iba terhadap seorang pengemis yang duduk di pinggir jalan tersebut.
Rasa letih, mulai tampak di wajah tuanya. Namun itu tidak memupuskan semangatnya untuk terus mengharap belas kasihan dari setiap orang yang lewat. Mengharap dan mengharapkan kebaikan setiap orang yang lewat. Mengaharapkan keberuntungan yang tidak kunjung datang. Ini semua karena desakan kebutuhan hidup yang terus membayanginya.
Para penjaja makanan memulai aktifitas jualannya pada sore hari menjelang malam. Kebanyakan para penjaja makanan ini berharap anak- anak mereka yang mereka sekolahkan tidak mengikuti jejak mereka sebagai pengemis juga. Mereka ingin anak- anak mereka sekolah yang tinggi dan memperbaiki nasib mereka nantinya. Tapi besar kemungkinan anak- anak mereka tidak akan tamat sekolah. Setidaknya mereka dapat mencicipi bangku sekolah, hanya itu harapannya.
Kisah si penjaja makanan di Jatinangor ini hanya seorang di antara banyak kisah lainnya di jalan raya jatinangor. Masih banyak yang lainnnya dengan kisah yang berbeda. Namun tujuan yang mereka mempunyai maksud sama saja yaitu demi mecukupi kebutuhan hidup sehari – hari.
Seharusnya pemerintah kota Jawa Barat bisa menanggulangi masalah kemiskinan ini. Seharusnya semua manusia Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan memperoleh pendapatan yang layak. Pengemis- pengemis yang terus menjamur dikalangan masyarakat hendaknya di tanggapi serius oleh Pemerintah Kota Jawa Barat. Mengurangi jumlah pengemis ini, bukan dengan mengusir mereka. Namun memberikan bantuan kepada mereka untuk membuka usaha lainnya. Atau pun mengasah keterampilan mereka yang nantinya dapat berguna.

1 komentar:

Comment by Silvester on 30 Maret 2009 pukul 12.01

jatinangor selalu memberi kerinduan buat yg pernah menjadi "penghuninya" :). Yakinlah buat para mantan penghuni jatinangor : you'll be like stranger in your own homeland. after 3 years u leave jatinangor...

I always spend twice a year just to see my beloved town...

silvestad@yahoo.com

Posting Komentar