Malam di Jatinangor

00.31 / Diposting oleh Jatinangor Malam Hari /

Oleh Yasundari

Menjadi penduduk sementara di wilayah Jatinangor, Sumedang memang tidak terlalu menjadi hal yang penting. Apalagi kebanyakan yang tinggal di Jatinangor sebagai penduduk sementara adalah para pelajar yang sedang menimba ilmu di wilayah yang terkenal sebagai wilayah pendidikan ini karena terdapat 4 universitas yaitu Unpad, Unwim, IPDN, dan Ikopin. Kebanyakan para mahasiswa yang tinggal di daerah Jatinangor ini menyewa kamar atau kost. Pada siang hari wilayah Jatinangor sangat panas dan sebaliknya pada malam hari sangat dingin. Tetapi bila bukan musim liburan pasti wilayah Jatinangor ini cukup ramai. Bila sedang waktu libur wilayah Jatinangor ini bisa dikatakan kota mati karena sebagian besar penduduknya yang merupakan mahasiswa pulang ke kota asalnya masing-masing.
Suasana malam hari di Jatinangor bisa dikatakan lebih sepi daripada siang hari tetapi berbagai jenis kendaraan bermuatan besar seperti truk, bus, dan sebagainya banyak yang lalu lalang pada malam hari karena Jatinangor juga merupakan wilayah perbatasan yang menghubungkan antara Kota Bandung, Sumedang, dan Cirebon. Dapat pula menghubungkan ke Propinsi Jawa Tengah.
Di Jatinangor baik siang maupun malam mahasiswa tetap lalu lalang juga. Apalagi jika bulan puasa, di malam hari gerbang Unpad rasanya seperti ‘panggung catwalk’ dimana semua orang ada di pinggir jalan memerhatikan semua yang sedang berjalan. Jajanan pun pada malam hari sering masih dipadati pembeli dan belum lagi perempuan dan laki-laki yang bermesraan banyak yang bersarang disana. Jika listrik mati pada malam hari di Jatinangor pun bukannya damai, tapi semua orang sibuk keluar dari tempatnya. Dan biasanya orang-orang menyukai berkumpul di Alfamart yang notabene memiliki genset sendiri. Dan biasanya di saat-saat seperti itu banyak juga lelaki ganteng yang terlihat. Tidak tahu karena efek apa para lelaki ganteng tersebut keluar pada malam hari. Dan jelas lah orang yang butuh jasa foto kopi atau ngeprint jadi kelimpungan sendiri karena tugasnya harus dikumpulkan besok pagi misalnya. Yang membutuhkan uang atau sedang mengantri di ATM juga harus memendam kekesalannya karena terpaksa tidak bisa mengambil uang karena mesin ATM mati akibat mati lampu.
Saat ini Jatinangor lebih dikenal sebagai kawasan pendidikan. Hal ini mulanya dicetuskan pada tahun 1980-an oleh Rektor Unpad Hindersyah setelah dia mengunjungi sebuah kawasan pendidikan Tsukuba di Jepang. Berbekal pengamatannya pada sebuah kawasan yang khusus didirikan untuk wilayah pendidikan, dia mempunyai harapan bahwa di Indonesia dapat dibangun wilayah serupa, terutama Jabar (Bandung) yang saat itu dirasa sudah mulai padat dan tidak lagi memadai untuk menampung mahasiswa. Impian ini kemudian diajukannya kepada DPRD dan kemudian disetujui Gubernur Jabar.
Memang, dari segi jumlah, Jatinangor telah menarik begitu banyak mahasiswa dan lulusan. Tetapi apakah Jatinangor memang layak untuk disebut sebagai sebuah kawasan pendidikan? Kawasan pendidikan mensyaratkan sebuah ruang yang dirancang khusus untuk berbagai aktivitas pembelajaran. Kawasan pendidikan tidak hanya terbatas pada wilayah yang terdapat bangunan untuk kegiatan belajar mengajar secara formal, tetapi juga melingkupi daerah (pemukiman) sekitar tempat para mahasiswa bertempat tinggal untuk sementara.
Wilayah Jatinangor secara garis besar terbagi atas bangunan universitas-universitas di bagian utara dan pemukiman penduduk dan mahasiswa di bagian selatan. Bagian-bagian ini dipisahkan sebuah jalan yang membentang dari barat ke timur. Jalan peninggalan Daendels ini terus berkembang sebagai jalur penghubung daerah Jakarta/Bandung dan daerah pantai utara Jawa. Volume kendaraan yang melintasi jalan ini terhitung tinggi dan aktif, baik siang dan malam hari. Kemacetan sudah menjadi pengalaman sehari-hari.
Bentangan jalan Raya Jatinangor mengakibatkan tingginya interaksi mahasiswa dengan jalan. Hampir sebagian besar waktu yang mereka miliki digunakan di jalan. Mereka harus melalui jalan yang padat tersebut dalam aktivitas keseharian mereka. Berpacu dengan pihak-pihak lain untuk mencapai tempat tujuan masing-masing dalam waktu secepat-cepatnya. Kepenatan dan kebisingan mungkin dapat mengakibatkan kurangnya konsentrasi dalam pembelajaran dan meningkatkan pula tingkat stress pada para mahasiswa dan pemukim Jatinangor lainnya. Pun Jatinangor saat ini tidak bisa lepas dari kepungan promosi berbagai produk-produk (jasa dan barang) yang menawarkan pola hidup modern. Hal ini dapat dilihat dari maraknya berbagai iklan yang terpampang di sepanjang kawasan Jatinangor dan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan yang tentu menambah kesibukan di Jatinangor.
Tetapi perkembangan, yang dilihat dari jalan ini, belum lagi dilihat sebagai sebuah permasalahan yang harus segera diatasi. Kurangnya ruang bagi mahasiswa dan pemukim lain untuk dapat mengembangkan diri berdasarkan minat belum lagi mendapatkan jalan keluar. Hal yang lebih diutamakan adalah mengarahkan para mahasiswa agar dapat menyelesaikan pendidikan sesuai bidang yang mereka pelajari dan menempatkan warga sekitar sebagai pendukung terlaksananya hal tersebut.
Bertambahnya pembangunan pusat perbelanjaan dan tempat hiburan pun mungkin menggunakan dalih efektivitas dan efisiensi waktu mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Namun bukankah pembangunan tersebut hanya akan meningkatkan konsumsi mahasiswa, sesuai harapan para pemilik modal yang melihat potensialitas ekonomi di Jatinangor? Tanpa disadari, daya kritis yang mestinya tumbuh kian terkikis karena tingginya tingkat konsumsi.
Hidup di daerah Jatinangor juga agak sulit untuk menemukan makanan yang sehat di malam hari. Disana-sini goreng ayam, pecel lele, nasi goreng, dan sebagainya dengan minyak goreng yang mungkin sudah tidak layak dipergunakan. Solusi pasti ada, makan malam sudah sebulan ini dilalui dengan capcay rebus tanpa daging, sosis, dan bakso, gado-gado yang dibeli sore tadi, salad yang dibeli di restoran cepat saji, Jus dan sereal, atau dengan solusi terakhir yaitu oat dengan yoghurt.
Bagi yang belum terbiasa meninggalkan nasi, makan apa pun walau sudah menghabiskan 3 potong roti, belum terasa “makan” rasanya. Apalagi kalau makan makanan yang tinggi serat, perut akan terasa sedikit kembung. Dalam 3 minggu menjalani diet “makan nasi sekali sehari” berat badan saya berkurang 2-3 kilo. Tidak hanya itu, pengeluaran untuk makan pun dapat dipangkas. Mungkin dengan seperti itu bisa membuat belajar hidup lebih hemat bagi anak kost. Intinya hidup di Jatinangor bisa dikatakan cukup lengkap sekarang ini apalagi ada mal yang bernama Jatinangor Town Square yang walaupun tidak selengkap mal yang ada di Bandung tetapi bisa cukup menghibur juga penduduk sekitar yang tidak ingin bepergian jauh.
Penulis berpendapat, masyarakat Jatinangor adalah sebuah masyarakat yang dipaksa untuk menerima semua perubahan dalam waktu yang singkat. Alasan ekonomi mungkin menjadi penyebab utama berubahnya masyarakat Jatinangor. Banyak dari mereka memaklumi perubahan ini karena alasan ekonomi. Padahal, tanpa disadari modernisasi akan berdampak langsung bagi keberlangsungan tatanan sosial yang sudah ada. Dengan begitu, lama kelamaan masyarakat Jatinangor tak ubahnya masyarakat. Suatu hal yang disayangkan karena mereka akan kehilangan kearifan budaya yang sudah ada sejak turun-temurun
Derasnya modernisasi ternyata tidak selalu merubah semua masyarakat yang tinggal disini. Buktinya penulis masih melihat aktivitas yang menunjukan bahwa mereka memiliki tradisi bertani. Contohnya adalah dimanfaatkannya lahan-lahan tidur menjadi lahan bercocok tanam, walau bisa dibilang lahan itu terlalu kecil. Yang pasti, ini merupakan pertanda bahwa sebagian kecil masyarakat Jatinagor belum melupakan akar mereka sebagai masyarakat agraris.
Menurut penulis, seharusnya Pemerintah bisa lebih bijakasana lagi dalam menanggapi perkembangan yang terjadi di Jatinangor. Perlu adanya peraturan yang jelas tentang pembangunan di Jatinangor. Kalau tidak begitu, bukan tidak mungkin akan muncul permasalahan-permasalahan sosial terkait dengan pembangunan fisik yang tidak diikuti oleh kesiapan masyarakat terhadap perubahan sosial yang terjadi.

0 komentar:

Posting Komentar